Oleh: Saripaini
1 November 2018 adalah pertemuan ke delapan kelas Rumah Literasi FUAD, IAIN Pontianak. Sebagaimana program yang telah terjadwal, pagi ini akan melanjutkan pembahasan mengenai teks deskripsi.
Kelas diawali dengan membacakan salah satu karya peserta yang dipilih secara acak kemudian dibahas bersama. Selanjutnya peserta memberikan masukan dan bayangannya berdasarkan hasil pembacaan teks deskripsi yang telah dibaca.
“Hari ini aku bertemu seorang wanita muslimah yang cahayanya bak cahaya mentari di pagi hari. Dilengkapi dengan indahnya senyuman yang terukir menghiasi wajahnya, alisnya terpahat menawan menjadi kesempurnaan sendiri, hidungnya hampir menyerupai hidung orang India.”
“Okey dari paragraf tersebut apa yang dapat kalian lihat?,” tanyaku.
“Mentari terlalu terang bercahaya, silau” kata Lara salah satu peserta di kelas Jalaluddin Rumi.
Lara mengomentari penggunaan majas yang dipakai dalam teks deskripsi berlebihan dan tidak masuk akal, membuatnya tidak mendapatkan gambaran komponen yang ada di wajah perempuan dalam deskripsi, mata, hidung dan alis.
Lalu bagaimana? Apakah penggunaan majas dalam teks deskripsi tidak diperbolehkan? Seketika pertanyaan demikan timbul dalam benak dan menjadi bahan diskusi yang menarik. Beberapa mahasiswa memberikan pendapat dan pandangan dari sudut pembaca. Dan hasil dari diskusi menyimpulkan bahwa penggunaan majas boleh-boleh saja asal tidak menyimpang dari sifat objek yang digambarkan dan masuk akal.
“Apa perbedaan antara deskripsi dan narasi?” saya kembali bertanya menyambung diskusi.
“Kalau deskripsi menggambarkan satu objek, sementara narasi menceritakan satu peritiwa,” jawab Sela seorang mahasiswi peserta Rumah Literasi.
Rata-rata peserta telah memahami mengenai perbedaan anatara deskripsi dan narasi, yang keduanya memang kerap ditemukan dalam satu teks secara bersamaan untuk memperjelas satu karangan. (*)