Oleh: Tuti Alawiyah
Ini tentang akanan tradisional. Berbicara mengenai makanan tradisional sempat berpikir, apanya makanan khas di tempat saya?. Bukan karena tidak adanya. Namun, sebaliknya banyak sekali makanan tradisional yang bisa ditemukan. Hanya saya suit mengingat nama makanannya secara spontan. Terlebih yang sudah lama tidak dimakan.
Jika hari lebaran pasti ada. Entah itu berbeda karena tempatnya, rasanya atau bentuknya. Ataupun terkadang makanan itu sama bahannya, cuma penyebutan yang berbeda. Seperti di tempat tinggal saya di Wajok Hilir menyebut pisang yang dibungkus dengan daun pisang “do’kok do’kok pisang. Lain halnya dengan Desty dari Ketapang menyebutnya ‘lepat”.
Penyebutan nama makanan terkadang membuat bingung. Walaupun bahan dan bentuk kuenya sama bukan berarti harus sama penyebutan. Tentu saja karena beda tempat, beda bahasa beda penyebutan. Khatijah, berasal dari Jawai menyebut makanan tersebut “ukal pisang. Lalu, menyebut “ukal linti” jika berisikan parutan kelapa gula merah.
Walaupun biasanya “lepat” merupakan makanan tradisional yang dibungkus dengan daun pisang berisikan pisang atau pun ubi. Sedangkan do’kok do’kok biasanya berisikan inti, yaitu parutan kelapa dicampur gula merah dibalut ketan.
Satu hal yang menarik di pedesaan di desa tempat tinggal saya, Desa Wajok Hilir, khususnya lagi di rumah saya sendiri. Kalau buat kue lebih seringnya pakai daun pisang. Bahan yang dipakai juga buah pisang. Pisang memang mudah ditemukan. Lebih mudah tumbuh. Cepat pula berbuah. Apalagi rasanya juga enak, manis dan mudah diolah apa saja. Bisa puluhan jenis kue yang berbeda dengan bahan pisang bisa dibuat. Seperti goreng pisang, jemput jemput pisang, bubur pisang, lapis pisang, kolak, lepat pisang, molen, naga sari dan sebagainya.
Pisang jadi makanan primadona. Mungkin karena adanya pisang. Hanya bisa olah pisang.
Tapi, kini saya yang berada di perkotaan. Jauh dari rumah masih saja rindu makan kue pisang. Meskipun di Pontianak beragam kue tersedia, tetap saja ingin kue pisang di rumah.
Padahal bahan yang digunakan sudah sama. Tetap yang enak rasanya tetap yang berada di rumah.
Anehnya, saya ingat-ingat kalau sudah di rumah merasa bosan makan kue pisang. Pas sudah di Pontianak, maunya makan kue pisang. Nah, inilah yang mengingatkan kita bahwa makanan khas itu memiliki rasa kuat menarik lidah. Jika bosan sekarang, nanti pasti juga rindu.
Bukan cuma rindu makanan, rindu suasana menikmati bersama keluarga juga. Bahkan, orang yang membuat juga bisa dirindukan karena masakannya.
Karena yang beda itulah, letak keragaman rasanya. (*)
Sabtu, 13 Oktober 2018