Oleh: Saripaini
IPA dan IPS adalah salah satu hal yang paling berkesan ketika duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA). Keduanya memiliki kelebihan dan keunggulan tersendiri. Keduanya adalah jurusan yang harus dipilih ketika di SMA, kalau sekarang mungkin lebih dikenal dengan MIA dan IIS.
Anak IPA bangga dengan pelajaran rumit, yang katanya tak sulit, tapi bisa bikin otak terasa melilit, suka dengan hitung-hitungan seperti; Metematika, Fisika dan Kimia dan yang paling membanggakan adalah “predikat orang pintar”. Siapa yang dapat menepis predikat yang telah melekat erat pada anak IPA. Oleh sebab itu, banyak anak SMA yang bangga ketika menjadi anak IPA.
Aku masih ingat temanku pernah berkata, ketika masa-masa pemilihan jurusan, “Lebih baik jadi orang bodoh di antara orang-orang pintar, daripada jadi orang pintar di antara orang-orang yang…..” ya, seingatku dia tak pernah melanjutkan kalimatnya. Lihatlah betapa gadis itu sangat berharap bisa menjadi anak IPA.
Anak IPS, nakal, ribut, santai dan lain sebagainya, tapi solid alias setia kawan. Itulah yang terlintas di benak ketika menyebut kata anak IPS. Namun sebenarnya itu hanya identitas, tak semuanya nakal, tak semuanya berkontribusi menyumbangkan suara untuk menambah keriuhan di kelas.
Tak jarang, antara anak IPA dan anak IPS saling membanggakan diri. Seperti yang kerap kukalukan ketika berkumpul dengan teman-teman dalam sebuah organisasi selepas pulang sekolah. “Anak IPS tu, Cuma ngitung uang hampa, tak jelas,” kata anak IPA.
“Ape anak IPA tu, kalau ade kelapa gugor (jatuh) sehe ngitung berape ketinggiannye, jutuhnya pakai gaya ape? Tak ade untungnye! Cobe kalau anak IPS, ade kelapa gugor (jatuh) langsung dijual, abis itu dapat duit,” kata anak IPS.
Oke! Sebagai anak IPA, aku mengakui anak IPS menang dalam hal ini, aku lupa bagaimana anak IPA menjawab pernyataan yang diutarakan anak IPS dalam perkara kelapa jatuh, entah apa jawaban kami untuk membela diri, yang jelas dalam urusan berdebat tak ada yang mau mengalah apalagi kalah. Tapi walaupun demikian, kami tak pernah mengambil hati atas perkataan apa pun yang keluar, demi untuk mempertahankan hal yang kami banggakan. Itu hanyalah bualan yang mengisi waktu senggang yang kami habiskan bersama.
Hingga sampailah pada kesimpulan, semuanya hebat dalam bidangnya, semuanya sama-sama penting dan saling membutuhkan.
Punggur Kecil, 23 Maret 2018