Oleh : Khatijah
Selasa pagi. Lama sekali rasanya tak mandi pagi sejak mata kuliah hampir semuanya selesai, tapi hari ini aku harus bergegas mandi karena harus ke kampus ikut dengan Anni. Jadwal sebenarnya bukan jam 07:00 WIB, tapi berhubung nebeng jadi harus ikut-ikutan pagi ke kampus. Dengan bersusah payah aku membangkitkan niat untuk mengikuti tes lisan hari ini (perbaikan UAS Akuntansi). Semua nama akun rasanya sudah kuhatam hingga tidak banyak yang kuhafal semalam dan aku lebih memilih menghabiskan malam bersama Tere Liye dengan Sepucuk Angpau Merahnya.
Di kampus masih sangat sepi, wajar memang karena banyak mahasiswa yang sudah pulang kampung. Kulihat di Dema ada beberapa panitia pekan bhakti mahasiswa (PBM) yang masih menunggu pendaftaran mahasiswa baru.
Kulihat gedung baru, hanya sedikit motor yang terparkir, satpam sudah siap siaga untuk mengatur mahasiswa memarkirkan motornya agar motor tersusun dengan rapi. Di perpustakaan, seperti biasa selalu ada Bang Sueb yang datang siaga dengan penyapunya mengusir debu di lantai.
Kulihat ruangan Club Menulis masih terkunci. Entah rasanya lama sekali aku tidak bersemedi di ruangan penuh misteri itu.
Padahal hanya 3 hari aku tidak berkunjung, karena memang hari libur dan hari Senin kemaren tidak ada mata kuliah jadi ada sedikit rasa malas ke kampus. Hal ini bukan hanya sekedar kata malas melainkan penghematan biaya, lumayan satu hari bensin tidak bergerak dari tangkinya.
Kebiasaanku selalu mengangap enteng ujian, karena menurutku jika terlalu dipikirkan itu bukan membuat aku semakin lancar menghadapinya melainkan menambah stress di otak. Tak ada masih niat membuka slide yang temanku kirim tentang nama akun yang harus kami kuasi dan dijawab dengan mudah di saat dosen bertanya nanti.
Pukul 08:21 WIB, temanku memberitahukan bahwa mereka sudah berkumpul di parkiran jadi mau tidak mau aku harus ke sana tanpa berbekal hafalan yang seharusnya sudah aku hatamkan sejak seminggu yang lalu.
Entah bagaimana perjanjian mahasiswa dengan dosen ini, selalu saja keliru hingga kami harus menunggu 2 jam berdiri di parkiran. Mereka memanfaatkan waktu tersebut dengan mengulang hafalannya, saya hanya menyimak karena biasanya menghafal dengan cara mendengar mudah diinggat. Pukul 10:00 Wib dosen baru menyuruh kami mencari ruangan. Bukan hal yang mudah karena kelas semuanya dikunci.
Tak lama petugas membuka ruangan tersebut datang membukakan kami ruangan, dan dosen pun menyusul.
Entahapa yang ada di pikiraanku, santai sekali aku tak punya bekal untuk menghadapi dosen. Hanya mengucapkan salam dan bertanya apakah kami sudah bersedia lalu menyuruh kami keluar dan menghadap satu per satu menghadap beliau.
Ini waktu yang sangat tepat untukku menghapal, sehingga rasanya sudah di luar kepala. Aku masuk tanpa ragu. Lalu apa yang terjadi? Semua hafalanku hilang.
“Saye ngebleng, Pak,” alasanku.
“Kamu ini baru berhadapan dengan saya, bagaimana nanti kalau sidang ada 4 orang pengujimu”.
Aku hanya terdiam sambil mencari hafalan yang tiba-tiba melayang itu, kupikir ini memang balasan yang setimpal untukku meremehkan nama-nama akun yang sudah diberikan seminggu yang lalu.
“Ya sudah, kamu hafal lagi. Keluar sana”. Tak perlu menunggu lama aku hanya meng-iya-kan dan segera keluar. Butuh waktu sekitar 10 menit aku memokuskan pikiran ke nama akun, kali ini benar-benar melekat di otak. Temanku yang sedari tadi silih berganti masuk ke ruangan semuanya keluar dengan menghembuskan nafas lega.
“Yang nilainya C silakan masuk,” teriak salah satu temanku.
Karena memang hanya aku yang tersisa temanku yang belum maju mereka nilainya D dan E. mau tidak mau aku harus masuk.
“Gimana, sudah ingatkah ?” tanya dosen.
Tanpa ragu aku langsung menyebutkan nama akun yang berada di Kredit, dosen bertanya nama akun di Debit, entah mendapat kekuatan darimana aku hanya kerugian yang tidak kusebutkan dan semuanya lancar. Ditambah dengan pertanyaan dosen yang membolak-balikkan nama akun, sehingga penjumlahannya berubah, hal itu memang sedari awal kukuasai hingga tak mempersulitku.
“Ok kamu lolos,” kalimat yang menakjubkan hari ini kudengar.
Ini pelajaran yang harus aku simpan erat-erat. Aku tidak boleh lagi menganggap enteng bahkan mengangap remeh semua permasalahan. (*)
Pontianak, 23 Januari 2018