Oleh: Tuti Alawiyah
” … Langkah kakiku semakin susah … ” senandung suara lemah lembut dari temanku.
“Apa Des yang susah?” Aku menggodanya karena raut wajahnya tampak menghayati.
“Udah lelah Tut,” balasnya sambil tersenyum ke arahku, lalu berbalik menatap laptop yang tak bisa conneck ke wifi.
Mungkin saja lirik lagu, “Langkah kakiku semakin susah” diartikan ketika keadaan tidak sesuai harapan atau keadaan yang sudah berputus asa.
Tersebutlah seorang petani yang sudah pasti bekerja di persawahan. Saat pagi masih buta, belum ada setitik cahaya mentari pun yang menyinari bumi, dia telah sibuk mempersiapkan segala peralatan pergi ke sawah. Dia bekerja keras.
Saat matahari akan terbenam berjalanlah ia melewati tanah becek. Nah, langkah kakinya mungkin lebih susah pada saat itu. Saat dimana ia telah bekerja untuk mengubah keadaan hidupnya. Dia sangat lelah ditambah lagi melewati tanah becek. Bukankah langkah kakinya semakin susah?
Dari lirik itulah, aku sendiri menemukan sesuatu yang istimewa atau sesuatu yang harus kita istimewakan. Sesuatu yang biasa, yang kelihatan sepele dan remeh temeh. Namun sesungguhnya merupakan perkara yang teramat berat untuk dijalani.
Dalam konteks inilah, kita semestinya lebih peka atas segala sesuatu yang terjadi di sekeliling kita. Masih banyak orang yang lebih susah, termasuklah orang tua. Namun, kita yang masih muda janganlah memperlihatkan kesusahan kepada mereka. Nanti akan semakin susah. (CM/PBS)