Teraju News Network – Tolong bookingkan tiket CKG-PNK untuk keberangkatan pagi tgl 9 Januari! Saya ada acara di RUAI TV– kata saya minta nyonya rumah tiga hari sebelum Hari H.
Saya memang biasa naik maskapai itu. Saya salah satu kolomnis di SMagazine-nya.
Karena Ponti zona merah, yang diminta gak mau bookingkan. Sampai 3 kali minta, tetap kekeh gak mau. Lalu saya minta teman anak, anak milenial, booking tiket pesawat lain. Feeling saya, jika misal X maka Y. Gak tahulah kali ini ada perasaan seperti itu.
Saya dapat tiket keberangkatan CKG-PNK 9 pagi. Jam 05.30, seperti biasa gak mau buru2, saya telah ke CKG, dari arah belakang. Tiba di bandara, hasil tes antigen saya ditandai PONTIANAK. Suruh tanya maskapai di ruang check in, apa bisa berangkat? Soalnya Bali dan PNK wajib PCR.
Di kaunter chek in, saya terlibat baku-cakap dengan petugas. “Kan SK Gubernur sd tanggal 8 Januari. Ini tanggal 9. Masa hasil tes Antigen gak bisa?”
“Gak bisa, Pak. Diperpanjang. Ini SK-nya. Harus PCR!”
Saya ditunjukkan di layar HP SK itu. Dan memang benar. Namun, saya pura-pura tidak tahu.
“Kalau saya izinkan Bapak terbang, kami kena sanksi 4 hari tidak boleh terbang!” kata petugas. Tentu ini bukan pilihan. Saya diminta tes PCR di klinik bandara. “Jika dalam tempo 2 jam klar hasilnya, saya bantu bapak untuk jadwal ulang. Bisa berangkat dengan penerbangan lain di jam 13.00. Bapak ke sini lagi!
Saya ke klinik. Saya antre. Cukup panjang. Saya urutan ke-5.
“Lha, saya mesti terbang siang ini. Nanti malam ada acara.”
“Tidak bisa cepat hasilnya, Pak!” kata petugas. “Hasilnya baru 1 x 24 jam!”
Maka saya pun duduk selama 1 jam di ruang tunggu Soetta. Menenangkan hati yang kecewa. Setelah ke kamar kecil, baru call driver. Saya kembali dengan gundah gulana, setelah sebelumnya telepon Ketua Yayasan Keling Kumang yang juga kecewa. “Gak apa, kita rekaman saja. Nanti sampai rumah, bikin saja videonya untuk diputar pas sessi bro bicara!” katanya.
Saya pulang. Sudah siang ketika itu. Cuaca mendung. Gelap memayungi langit Tangerang.
Di tengah-tengah hujan dan angin lebat, saya kembali ke rumah.
Tiga jam kemudian, HP saya yang silent tiba-tiba saya lihat penuh. Dominikus Baen, orang pertama yang menelepon. Dia panik. Semua keluarga juga.
Misteri Allah sungguh tak terselami. Saya gak sanggup sampai selesai menyaksikan tayangan TV hari ini. Seandainya? Ya, seandainya???(Dikutip dari Wall FB Masri Sarep Putra, 11/1/21)