Oleh: Isma Resti Pratiwi
“Kamu akan mati–mungkin tidak hari ini, tapi suatu hari, pasti–namun jika kamu menulis, jiwa kamu akan tetap hidup sampai nanti.”
Jika motivasi untuk melakukan sesuatu itu ibarat kendaraan yang dipacu starter untuk hidup, maka kata-kata di atas adalah starter yang membuat saya memiliki motivasi untuk menulis. Sebagai manusia, tentu kita tahu bahwa dunia ini hanyalah persinggahan sementara, dan kita kelak tak lebih dari tulang-belulang yang tersusun rapih di pemakaman setelah kita mati. Namun tentu pikiran bahwa kita akan gugur dan terlupakan bukanlah hal menyenangkan, bukan?
Kita ingin hidup untuk dikenang, untuk menyelinap dalam memori manusia, memberi arti. Dan satu-satunya yang membuat jiwa kita dapat tetap mengembara walau ruh dalam jasad sudah tiada, adalah tulisan.
Perkara kenang-mengenang tersebut membuat saya terbiasa menulis. Dalam bentuk apapun. Kutipan, ide, opini, atau kini di era media, dalam bentuk caption maupun cuitan, apapun, saya berusaha jelmakan pikiran saya dalam bentuk tulisan agar saya punya rekam jejak yang tak lekang. Menulis bagi saya membebaskan pikiran, yang lambat laun dapat menjadi salah satu alat untuk membuat pikiran menjadi lebih terstruktur, sehingga, pada akhirnya menulis juga dapat mendewasakan.
Dan ada kesenangan berbeda lagi ketika tulisan tersebut dibaca, difrasakan kembali, ditulis ulang, disebarkan, diapresiasi. Lantas bentuk-bentuk penghargaan itu menjadi endorfin dan serotonin yang membuat senang dan ketagihan. Memacu kita untuk menggagas pemikiran lainnya. Dan siklus itu berputar, menjadi roda, menggerakkan tangan kita.
Maka menulislah. Menulis menjadi mudah ketika terbiasa. Dan kebiasaan dapat tercipta dengan memulai.
Menulislah. Karena ide adalah sejentik api.Tulisanmu dapat menjadi pemantik yang memancarkan, membakar, menghangatkan, menerangkan. Dan menyalakan nyawa abadi Anda. *