Oleh: Ambaryani
Sore kemarin sepulang kerja seperti biasa saya menyusuri jalan poros Kubu menuju Teluk Nangka. Pas di jalan Parit Bahar, saya lihat teman sekantor sedang membersihkan halaman rumahnya.
Saya yang saat itu memang ada hajat untuk membicarakan pekerjaan yang tertunda, mampir sebentar di pinggir jalan. Jarak antara halaman dan jalan agak jauh. Agak berjenjang sekitar 1 meter. Rumah pesisir, bertongkat.
Saya lihat bang Roby sedang nebas, bakar-bakar sampah. Dirapikannya daun-daun serai yang ditanamnya di halaman depan rumah. Cukup banyak. Kebetulan saya sedang mencari tampang serai untuk saya tanam di rumah Teluk Nangka. Untuk bumbu masak ikan.
Selama ini kalau mau masak ikan, harus cari serai di warung. Agak ribet, warungnya jauh. Itu sebabnya saya berencana nanam di samping rumah.
“Banyak Abang nanam serai? Sering ke Abang masak pakai serai?” saya yang kepo otomatis nanya. Serainya banyak dan subur-subur. Lebih 3 tumpuk.
“Untuk ngusir nyamuk…nyamukkan tak suka bau serai”, kata Bang Roby dengan khas logat bahasa Sintang.
“Mantap…good idea”, saya sambil acungi jempol.
Hal ini membuat saya menambah rencana. Rencana awal minta tampang serai hanya untuk bumbu, kemudian menanamnya agak banyak di keliling rumah. Untuk mengusir nyamuk. Karena memang di Kubu, Teluk Nangka, banyak nyamuk. Paling tidak, nyamuk-nyamuknya agak berkurang nanti kalau serai saya sudah tumbuh semua. Mengispirasi.