Oleh: Budi Darmawan
“Pak Kami Butuh Bantuan Beras”
Kutipan yang saya jadikan judul tulisan ini, adalah jawaban Camat Silat Hilir, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Munajib, akhir September 2020 kemarin. Jelas jawaban itu bukan untuk kepentingan dirinya. Tetapi jawaban itu, menggambarkan, betapa butuhnya warga Silat Hilir terhadap bantuan beras. Sebab kecamatan paling buntut dari Kapuas Hulu itu kini sedang mengalami musibah banjir. Ini merupakan bencana banjir yang kedua setelah pertengahan Agustus lalu.
Berdasarkan keterangan Munajib, ada 7 desa di Silat Hilir yang terendam banjir sejak 24 September 2020 lalu. Mengerikan lagi, kedalaman genangan air sampai menyentuh 2 meter.
Menyedihkan lagi, akibat banjir sudah berhari-hari listrik padam. Mungkin pembangkit listrik milik PLN di Silat Hilir juga ikut tergenang banjir. Tak ada ekspose media. Tak ada ribut talkshow di tv. Beda dengan Jakarta. Baru banjir 5 cm saja, ributnya sudah mendunia. Bahkan sampai berminggu-minggu semua media mengulas tentang Jakarta lagi banjir.
Banjir silat hilir, jangankan jadi santapan media, mirisnya lagi tak menarik perhatian bupati Kapuas Hulu dan gubernur Kalbar. Buktinya, meski sudah dilaporkan secara resmi oleh camat, sampai kemarin banjir yg menggenang Silat Hilir tak menjadi perhatian dua kepala daerah yg berkuasa sekarang. Saya ingat betul, waktu pemilihan kepala daerah beberapa tahun lalu, gubernur yang berkuasa sekarang menang mutlak di Silat Hilir.
Padahal, mungkin saja agak tenang rasanya, andai kata pak bupati atau pak gubernur sempat menelpon pak camat, untuk menanyakan kondisi daerah yang dilanda banjir. Kurang lebih 5000 jiwa yang terisolasi akibat banjir di Silat Hilir. Memang ada bantuan yang mengalir. Itu baru dua kali. Jumlahnya sangat minim. Sumbernya dari mahasiswa dan para warga perantauan silat hilir yang peduli dengan penderitaan sanak saudaranya. Korban banjir Silat Hilir memang tidak butuh evakuasi. Karena mereka sudah terlatih untuk bertahan di rumah masing-masing. Namun mereka pasti butuh nasi untuk dimakan. Butuh beras untuk dimasak. Otomatis kalau banjir seperti sekarang, kebun karet pada banjir. Akibatnya petani karet tidak bisa nyadap karetnya. mata pencarian warga mati total. Sudahlah jatuh tertimpa tangga. Bila sebelumnya gegara corona yang mematikan mata pencarian warga, kini justru ditambah banjir yang akhirnya menghancurkan sumber rezeki mereka.
Semoga Allah SWT segera mengetuk pintu hati para petinggi Kalbar, agar mau peduli terhadap penderitaan warga Silat Hilir….amin ya rob. “