Oleh: Ambaryani
Saya banyak dengar cerita tentang Dabong dari misua yang sudah beberapa kali kegiatan di sana. Katanya, di Dabong itu seru. Banyak ikan, udang, kepiting segar di sana. Tentu saja, cerita itu membuat saya tertarik plus penasaran. Akhirnya, saya punya kesempatan sampai di Dabong. Saya memilih rute Air Putih, Medan Tani Olak-Olak Kubu, kemudian terus….melewati sawit, semak. Jalannya tanah liat hitam lumayan licin. Tapi, kondisi ini jauh lebih baik dari gambaran Mas Darma, teman kerja saya di kantor camat Kubu saat saya mintai menggambarkan denah lokasi menuju Dabong.
“Mbak, ojolah neng Dabong nek udan, dalane persis koyo kubang kebo.”
Semangat saya sempat surut saat mendengar itu. Maklum, beberapa minggu terakhir, curah hujan sedang meningkat. Tentu lokasi yang jalannya tanah, akan luar biasa. Saat di jalan, saya dan misua sempat bertanya pada warga saat jumpa dengan beberapa simpang dari Olak-Olak. Denah lokasi sudah ditangan, tapi tetap masih bingung.
Yang menjadi patokan jalan, tali listrik belum kami jumpai saat itu. Jalannya, ada becek di beberapa bagian. Ban motor sempat terpeleset beberapa kali. Kami agak ngebut, agar tak jam karet sampai ke sekolah.
Tak banyak orang lalu lalang dari arah Dabong. Sepi. Sampai ada beberapa rumah di perkampungan transmigrasi Dabong. Setelah SDN 40, ada jembatan semen putih, belok ke kiri. Setelah sampai di Desa Dabong, kanan kiri jalan rawa mangrove.
Jalan campur, ada tanah, ada juga semen. Semennya yang baru masih mulus, jangan ditanya untuk semen yang sudah lama.
Posisi SMPN 9 di tengah-tengah kampung, antara kampung transmigrasi dan penduduk asli Dabong. Saat sampai di Dabong, saya seperti sampai di perkampungan Pemangkat. Jarak rumah yang satu deng lainnya, berdekatan, ujung belakang rumah nyemplung di sungai.
Pukul 10.30 kegiatan fasilitasi pendidikan kami mulai. Anak-anak duduk melantai di aula sekolah. 120 orang bergabung di aula. Mereka kompak saat menjawab salam dari kami. Kompak dan semangat. 5 guru yang hadir di sekolah saat itu, menyambut ramah kedatang kami dan ikut mendampingi anak-anak saat kegiatan. Bu Desi, Bu Ai Fitri, Pak Giyarso, Pak Edy dan Pak Syarif. Kepala Sekolah tidak ikut serta karena sedang ada rapat di Pontianak. Sementara Bu Yunariah yang dari awal saya hububgi, sedang dalam perjalanan dari Pontianak menuju Dabong.
Saat proses menulis berlangsung, anak-anak dibagi dalam 3 ruangan. Mereka menulis sesuai dengan instruksi yang diberikan. Beberapa orang yang sudah biasa menulis di buku harian, seakan punya dunianya sendiri. Asyik dengan kertas dan pulpennya. Ide seakan mengalir dan antri untuk dituangkan dalam bentuk tulisan.Mereka sungguh-sungguh menulis untuk masa depan mereka. Sesekali kami menggoda saat proses menulis.
“Tulis sesuai dengan apa yang kalian cita-citakan, jangan pulak ikut kawan.”
Di ujung perjumpaan, mereka nampak memiliki harapan lebih akan masa depan. Mereka ingin cerita mereka dari ujung kampung Dabong dapat abadi dan dibaca banyak orang. Hingga nanti merekanya yang akan sampai di kota dan melanjutkan pendidikan demi masa depan. Semoga saja, amin.