Oleh: Nur Iskandar
Kemarin, Selasa, hari pertama di bulan terakhir tahun masehi 2020 Gubernur Kalimantan Barat H Sutarmidji, SH, M.Hum melalui Asisten Setda mengumumkan generasi muda Kalbar penerima beasiswa tahfidz Quran 30 juz. Mereka yang hapal 6.666 ayat versi Departemen Agama atau 6.236 ayat versi ulama besar Prof Dr “Buya” Hamka melalui tafsir Al Azharnya. 114 surah. 30 juz. Hampir 600 lembar. Hapal. Tiga di antaranya disabet santri Sulthan Annashira yang baru saja berdiri di atas tanah wakaf tiga bulan yang lalu. Tepatnya sepekan menjelang Iedul Qurban–di mana tanah wakaf masih kosong dari bangunan–lalu sejak ikrar wakaf dilakukan–didirikan tenda untuk penancapan tiang pertama–hanya berselang hari–tidak sampai satu minggu–telah dilakukan shalat Jumat pertama di atas mesjid darurat atau mesjid sementara. Sejak saat itu nazir yayasan atau lembaga dengan nama Sulthan Annasira menggerakkan idealismenya yang bersumbu pada mesjid–rumah Allah–rumah paling mulia di atas planet dunia dan kitab suci-Nya–Alqur’anul Karim–bacaan yang sangat mulia: kongruen–double kemuliaan.
Kisah wakaf produktif dengan santri tahfidz Quran ini sangat unik. Pertama pegiat tahfidz Quran yang berguru metode keliling Indonesia mencari lahan untuk dibangun mesjid pemuda. Idealisme dasarnya “menggarap” pemuda. Mesjid yang digadang-gadang adalah bernama “Umar Bin Khattab”. Sosok inspiratif khalifah terbesar era Rasulullah yang sukses menjangkau dunia di luar Mekah dan Madinah. Padahal Umar awalnya adalah musuh Islam bangkotan karena full kekuatan. Umar saking kerasnya melawan Islam pernah menampar pipi adiknya lantaran murtad dari agama tradisional Mekah yang musyrik alias menyembah patung berhala Latta, Manat dan Hubal–di saat adiknya membaca suhuf Alqur’anul Karim. Tamparan keras itu hingga bibir dan pelipis mengucurkan darah. Tetapi Umar kadung sempat mendengar keindahan bait nasihat yang sama sekali belum pernah didengarnya sepanjang hidupnya di Mekah, walaupun Arab dikenal sebagai Bangsa Penyair kala itu dari suara lirih adiknya. Siapa syairnya paling hebat selalu digantung di dinding kakbah yang dibangun Nabiullah Ibrahim dan Ismail berabad-abad sebelum Muhammad SAW–masanya Umar Bin Khattab hadir di jazirah padang pasir Mekah.
Kendati adiknya tersungkur jatuh berdarah-darah. Umar memungut lembaran ayat yang dibaca sebelumnya. Umar meremas suhuf ayat itu lalu bergegas menemui Muhammad si penerima wahyu. Di sana bukannya dia mengamuk, tetapi justru mengucapkan dua kalimah syahadah, “Bahwa aku bersaksi tiada Tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah.” Para sahabat yang menyaksikan adegan itu pada saat itu takbir dan memeluk Umar si singa padang pasir. Kelak ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, kepemimpinan Islam dilanjutkan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan sepeninggal Abu Bakar dipilihlah Umar Bin Khattab Radiallahu Anhu sebagai pemimpin kaum muslimin.
Pegiat tahfidz Quran di bawah kepeloporan Ustadz Berri Elmakki yang sejak muda bertumbuh di Mesjid Munzalan Mubarakan pun berusaha mencari lahan kosong di dalam Kota Pontianak. Tetapi tidaklah mudah. Bahkan di jagad digital, niat dan usaha itu diposting ke medsos. Doa doa bersahut-sahut tetapi lahan tak kunjung didapat. Bahkan hendak membeli sekalipun tetap tidak dapat dikarenakan kadarullah menggariskannya demikian.
Sampailah pada suatu saat Ustadz Berri Elmakki didampingi salah satu imam Munzalan Mubarakan survey tanah di kawasan Jalan Perdana Ujung jantung kota. Sampai. Dilihat dan telah kuat niat membangun di Perdana Ujung. Azam pun telah disematkan, dan mereka bergerak pulang. Karena ada rasa mau kencing, maka mampirlah di Surau Nurul Iman tidak jauh dari pertigaan Jalan Reformasi Universitas Tanjungpura yang makmur sekali dengan jamaah warung kopi alias cafe-cafe.
Sekaligus ibadah shalat Duha yang dijamin berbuah kemurahan rizki dari Allah. Nah, seusai Duha, pada penutup salam H Muhammad Nur Hasan langsung berujar begini kepada Berri Elmakki, “Bagaimana kalau kita melihat tanah yang hendak dibangun mesjid oleh adik saya. Tapi bukan di dalam Kota Pontianak. Luar kota sedikit. Sebelah sananya Korpri. Dia sudah berniat membangun mesjid. Saya yang dampingi saat Tim Falaq Kanwil Kemenag menentukan arah kiblat sejurus waktu baru lalu. Baru saja dipatok dan diberikan marka tali nilon putih.” Demikian Nur Hasan yang sebelumnya adalah Sekretaris Yayasan Mujahidin–mesjid raya si mesjid terbesar dan terindah di Kalimantan Barat kepada Berri Elmakki yang baru 23 tahun usianya.
Berri Elmakki menurut saja dan pergilah mereka dari Surau Nurul Iman ke daerah Parit Rintis, Jalan Sungai Raya Dalam II Ujung. Sesampai di sana, Berri Elmakki tak berpikir panjang lagi. “Di atas tanah wakaf ini–Tokya–di sinilah kita bangun mesjid Umar Bin Khattab,” ujar Berri kepada Nur Hasan yang akrab disapa Tokya. Berri Elmakki menyerahkan minyak wangi bermerk Sulthan kepada Tokya sebagai hadiah menemaninya mencari lahan untuk mesjid pemuda Umar Bin Khattab. Nah, demi menerima minyak wangi produksi sendiri Berri Elmakki dengan nama Sulthan, maka Nur Hasan pun teringat akan ayat Allah pada QS Bani Israil yang berisi perintah shalat Tahajjud di tengah malam, di mana sesiapa yang mengamalkannya, maka Allah akan berikan kedudukan mulia dengan kekuatan yang menolong. Kekuatan yang menolong inilah terminologi kata bahasa Arab sebagai dua kata: Sulthan Annashira.
Ustadz Berri Elmakki pun setuju dengan asbabun nuzul minyak wangi Sulthan yang telah berpindah tangan dengan nama mesjidnya kelak bernama “Sulthan Annashira”.
Progress di lahan wakaf itu fantastis. Dalam gemblengan Munzalan Mubarakan Ashabul Yamin yang sukses dengan gerakan dakwah menggarap pemudanya, santri-santri mengalir deras dalam 3 bulan. Semula lahan kosong melompong nyaris setengah hutan, kini pendaftaran bergelombang macam riak tengah lautan.
Gelombang pertama dibuka hanya belasan orang, kini sudah 60-an santri laki-laki dan perempuan usia tamat SMA atau mahasiswa. Berdirilah di atas tanah kosong sebuah mesjid. Berdiri lagi seperti sulap dua unit asrama santri. Yakni asrama putra dan asrama putri. Berdiri pula sebuah unit dapur umum. Semuanya dipermudah Allah sebagai ‘kekuatan yang menolong’. Sulthanan-nashira. Tak urung, berdiri lagi sebuah panggung atraksi seni dan budaya sekaligus sastra. Secara Quran melebihi sastra saudara-saudara….Terakhir dua pekan silam saya bertandang ke Sulthan Annashira mereka telah mendirikan kantor yang apik dilengkapi dengan toko yang menjual aneka busana warna-warni. Tentu juga dipajang aneka minyak wangi produksi Ustadz Berri Elmakki. Minyak wangi Sulthan.
Saya menyaksikan sebuah proses wakaf sejak dalam kandungan. Kini masih bayi. Kisah dan debut Sulthan Annashira ini “dream come true. The dream become reality”. Saya melihat santri digembleng dengan hapalan QS Al Anfaal. “Di sini hapalan dimulai dengan QS kedelapan. Energi tiada putus. Sebab kita hendak merebut kembali dunia dari nafsu dan keserakahan. Kita pacu kuda perang,” ungkap Berri Elmakki justru dengan intonasi lemah lembut bak sastrawan. Tak heran logo dari Sulthan Annashira adalah kuda dibalut huruf R yang berarti riil atawa nyata. Riil Hijrah lebih lengkapnya, merujuk berpindahnya atau hijrahnya baginda Nabi SAW dari Mekah ke Madinah dan Islam menjadi mercusuar hebat di seluruh penjuru dunia karena riil hijrah tersebut. Panglima terhebatnya tetaplan Umar!
Kini melalui uji kompetensi yang dilakukan Pemprov Kalimantan Barat yang punya program seribu tahfidz Quran sekaligus memperkuat tim tahfidz di arena MTQ Tahfidz Quran 30 juz secara nasional, Sulthan Annashira telah berkontribusi signifikan. Nyata. Cepat dan super duper rapat pula, laksana kuda perang nan berpacu sangat kencang dengan segenap kekuatan tak tertahankan.
Saya semula tidak percaya kenapa begitu cepatnya? Tapi saya melihat dengan mata kepala sendiri santri-santri itu mengaji. Menghapal. Juga menghayati arti dari ayat-ayat yang dibaca berulang-ulang itu dalam ulasan atau pengkajian. Sekali lagi peng-KAJI-an. Di sana ada bimbingan intensif di mana Berri Elmakki dkk juga bermukim sehingga bimbel extravaganza 1×24 jam. Setiap hari setiap bulan. Inilah yang saya benamkan dalam hati sebagai nazir profesional di mana utuh seluruh waktu berkhidmat mengurusi wakaf. Berri Elmakki masuk dalam 16% nazir yang profesional sesuai kaidah hasil penelitian soal wakaf produktif di Tanah Air.
Soal makan minum dan pakaian santri? Masya Allah! Gratis tis tis. Tuhan yang Maha Menolong. Terbukti regulasi Islam berupa zakat, infak dan shadaqah bertumbuh di atas wakaf di mana nazir mengelolanya super-duper profesional, transparan dan nyata.
Sulthan Annashira jadi kado terindah akhir tahun ini untuk kisah wakif dan nazir produktif dengan program-program gilang gemilang berbasis baitullah dan kitabullah sekaligus akhlakul karimah. Maka benarlah hadits Nabi, bahwa tidaklah putus nyawa anak cucu Adam, pahalanya mengalir terus melalui tiga cara. Pertama sedekah jariyah (wakaf). Kedua, ilmu yang bermanfaat. Ketiga, anak shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya.
Sulthan Annashira menjadi cindera mata di mana wangi syurga tercium di bumi lewat lantunan ayat ayat Quran dan mencetak generasi-generasi Qurani berprilaku mulia. Sulthan Annashira membuktikan dengan tahajjud, di mana Allah kirim kemuliaan dan pertolongan.
Makanan dan minuman santri tercukupi. Bala bantuan terus berdatangan. Ini fenomena dunianya. Insya Allah diganjar berkali-kali lipat oleh Allah SWT siapapun yang berwakaf, berinfak dan bersedekah. Di mana nyawa boleh putus, pahala mengalir terus lewat 3 cara sekaligus. Wakaf. Ilmu Bermanfaat. Lahirnya anak-anak shaleh yang berbakti kepada kedua orang tua. Sesuatu yang hingga zaman mutakhir terus menjadi dambaan setiap kita selaku orang tua. Coba mana ada ortu yang suka anaknya bandel dan durhaka? Masya Allah. Silahkan saksikan dengan mata kepala sendiri eksistensi dakwah muda belia Sulthan Annashira. Alamatnya di Jalan Sungai Raya Dalam II Ujung. Pertigaan Serdam Raya. Kampoeng English Poernama Agro. Desa Punggur Kecil, Kabupaten Kubu Raya-Kalimantan Barat, Indonesia Raya. (Penulis adalah pegiat Wakaf Literasi-Literasi Wakaf. Anggota Badan Wakaf Indonesia Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat Bidang Wakaf Produktif). Foto suasana di dalam Mesjid Sulthan Annashira yang masih sementara sambil menunggu waktu berdirinya mesjid megah tiga tingkat di mana kini sedang didesain konsultan. Kondisi unit-unit asrama dan kolam ikan apung donasi hamba Allah Ustadz Rendy Saputra beserta keluarga. Sulthan Annashira adalah segmen Wisata Kampoeng Wakaf yang ada di Kalimantan Barat.