Oleh: Yusriadi
“Kepada dewan guru diharapkan membawa laptop untuk try out ujian…”
Itulah bunyi pengumuman yang tertulis dengan spidol tinta hitam di white board yang tertempel di ruang guru di sebuah sekolah menengah atas swasta di daerah Kubu. Saya terbaca tulisan itu karena masuk dan duduk sekian lama di di kursi tunggu di ruang itu. Jika dari luar, tulisan itu tidak akan terlihat. Papan tulis terpasang di dinding bagian dalam di kiri pintu masuk.
Tulisan ini mengundang perhatian saya karena beberapa hal. Pertama, pengumuman itu mencerminkan ketiadaan fasilitas sekolah. Sekolah, “mungkin” tidak punya komputer atau laptop yang bisa dipakai untuk keperluan siswa. Labnya, apa kabar?
Kedua, tulisan itu membayangkan kemungkinan siswa sekolah ini tertinggal jauh dibandingkan sekolah di kota. Hanyalah sebuah mimpi melihat siswa belajar menggunakan fasilitas itu. Sangat mudah menebak bahwa siswa di sini tertinggal dalam bidang teknologi.
Ketiga, pengumuman itu membayangkan betapa guru di sekolah ini harus berkorban ekstra, “menyumbangkan” fasilitas pribadi untuk siswa. Sesuatu yang harus dilihat sebagai hal yang luar biasa, melengkapi pengorbanan mereka dalam bidang lain. Guru swasta ini, kira-kira, pasti tidak sama keadaan ekonominya dibandingkan guru negeri.
Melihat situasi ini saya setuju 100 persen jika ada tokoh yang mengeritik pendidikan bangsa ini dengan mengatakan: fasilitas kita masih era abad 19, guru kita era abad 20, dan murid kita era abad 21. Sebuah ungkapan yang mencerminkan kesenjangan yang sangat…sangat lebar.
Sayang, saya tidak mendapat informasi bagaimana proses try out itu berlangsung. Lancar, atau sebagian lancar, atau…
Saya tidak mampu membayangkan hasil ujian kelak dengan situasi seperti ini, nanti. Jika sekokah ini distandarkan sama dengan SMAN 1, 2,3, Pontianak, atau SMAN di Jakarta yang mungkin selalu dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan.
Betapa… Semoga mereka tidak tercecer jauh. Semoga ada keajaiban.
Kiranya, hak-hak dasar warga untuk mendapatkan pendidikan standar dari negara harus diperjuangkan. Mari!