Oleh: Nur Iskandar
Masyarakat Ekonomi Syariah Kalimantan Barat harus bergerak. Kapuas adalah sungai yang eksotik di Indonesia. Ia terpanjang di Tanah Air. Panjangnya 1.143 km. Panjang yang sungguh panjang, karena jarak penerbangan antara Bandara Internasional Soepadio di Kubu Raya (Pontianak) sampai Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng (Jakarta) saja hanya 802,6 km. Jalur panjang Kapuas sungguh sangat potensial sebagai tujuan wisata. Wisata bahari punya cerita. Kekuatan adiluhung milik Indonesia Raya sejak kejayaan raja-raja Nusantara.
Kenapa Masyarakat Ekonomi Syariah? Karena di sepanjang alur Kapuas terdiri dari banyak titik tanah wakaf yang telah disumbangkan para wakif atas nama Tuhan Yang Maha Kuasa. Tujuannya agar dimanfaatkan bagi kepentingan orang banyak. Untuk penemuan jati diri yang kembali kepada Tuhan Sang Pencipta alam semesta. Dari semesta kembali kepada semesta.
Di atas tanah wakaf itu telah berdiri ratusan mesjid, madrasah dan pekuburan. Jika ditata dalam agregat wisata syariah semuanya memberikan kontribusi bagi pembangunan daerah. Mesjid menjadi daerah kunjungan wisata ruhani, wisata sejarah, dan wisata edukasi. Madrasah demikian adanya. Tidak terkecuali pekuburan. Pekuburan juga mempunyai riwayat sejarah. Jika pekuburan di atas tanah wakaf didandani sedemikian rupa–tersulam dengan budaya warga di sekitarnya akan menjadi museum kehidupan yang eksotik dan menarik. Tinggal menyusun narasi dan mempi-ar-kannya ke pemilik niat wisata domestik ataupun mancanegara. Terutama wisata syariah.
Kita merujuk Brunei dengan wisata kampung terapungnya. Menyerap ratusan ribu pengunjung saban tahun. Begitu pula waterfront city Kuching dan Singapore. Kita punya Kapuas yang terpanjang di Indonesia dan sangat eksotik. Kaya dengan dederan kisah sejarah bertumpu pada mesjid, madrasah dan pekuburan. Lokasi wakaf para pendahulu yang hatinya terpaut kepada Tuhan Seru Sekalian Alam. Lihat pekuburan Sungai Raja sampai pada pekuburan kesultanan di Batulayang. Semua berada di bibir Kapuas yang indahnya tiada tara. Apalagi saat-saat langit bersepuh emas, temaram di kala senja. Amboy, indahnya tiada tara. Hati pun segera terhubung dengan nilai universal yang dipancarkan energi ilahiah. Energi adikuasa milik Tuhan.
Adalah seorang anak muda bernama Beni Thanheri. Dia alumni Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Ia pegiat sosial masyarakat dengan episentrum lingkungan hidup. Di tangannya yang bungas, dia berhasil menghidupkan Kampung Mendawai–tepian Kapuas dengan kearifan lokal memproduksi caping atau bahasa lokal setempat memproduksi tudong. Tudong telah menghidupi masyarakat setempat turun-temurun. Dari generasi ke generasi.
Sentuhan bidas Beni Thanheri menggeliatkan pandangan mata pemerintah dan tokoh masyarakat lokal. Lebih dari 20 stakeholder turun tangan. Rumah tua yang hendak roboh pun telah dipindai dengan perwakafan.
Kini rumah tua itu hendak dibangun sebagai Rumah Budaya Kota Pontianak. Di sebelahnya ada tanah wakaf yang lain lagi dan hendak dibangun sebagai Rumah Tahfidz.
Mendawai sangat dekat dengan wakaf pendidikan terbesar kawasan Kampung Bangka, yakni Perguruan Islamiyah. Di sana telah lahir banyak ulama maupun cerdik cendikia. Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan, SH salah satu alumninya.
Mekanisme wakaf dilirik Beni Thanheri dengan bekerjasama dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI). “Saya melihat BWI bisa bantu mengaktifkan orang berwakaf, sehingga banyak proyek sosial bisa diselesaikan di Kampong Tudong si Kampong Caping Mendawai.”
Kisah sukses Kampong Tudong di Mendawai akan jadi roll model pengembangan wakaf produktif berfungsi multidimensi. Tidak hanya mesjid dan madrasah serta pekuburan yang disentuhnya, tetapi juga wisata bahari. Industri ikutan sepanjang alur Kapuas sepanjang seribuan kilometer itu pun menjadi sample bagi spot daerah perwakafan lain sepanjang urat nadi Kapuas. Home industri seperti juadah, anyaman, lukisan, tulisan, perdagangan, akan hidup serta-merta sepanjang 1.143 km itu.
Kampong Tudong si Kampong Caping Mendawai berhadapan vis a vis dengan Universitas Tanjungpura, kampus negeri terbesar di Kalimantan Barat. Mahasiswa baru kerap membeli caping atau tudong besar-besaran di sini. Untuk apa? Untuk Opspek. Orientasi program studi dan pengenalan kampus.
Kampong Tudong si Kampong Caping sangat strategis di jantung Kota Pontianak. Mendawai langsung terhubung dengan Mesjid Jami’ Kesultanan Qadriyah di simpang Kapuas dan Landak serta Kerajaan Kubu di Kabupaten Kubu Raya. Dari Mendawai wakaf bisa bergawai dengan Masyarakat Ekonomi Syariah di mana stakeholdernya adalah perbankan dengan sistem syariah. Skema pendanaan wisatanya bisa efektif tercurah. (Penulis adalah Korbid Wakaf Produktif BWI Kalbar. CP-WA 08125710225).