in

Yuk! Mulai Belajar Memahami Bahasa Ibu

images 7

Oleh: Saripaini

Bahasa Ibu? Sebenarnya bahasa ibu saya yang mana? Bahasa Bugis atau Bahasa Melayu? Pertanyaan yang telah saya ketahui jawabannya itu, kerap melintas di benak, bahkan secara berjenaka saya kerap mengutarakan kebingungan tersebut.

Lahir dan dibesarkan di keluarga Bugis, keluarga yang boleh dikatakan masih memakai identitas Bugis. Tapi, tidak pandai berbahasa Bugis (lebih tepatnya tidak bisa menuturkan). Ya, di rumah, kami memakai bahasa Melayu sebagai bahasa rumah tangga. Terkecuali datok dan bapak saat berkomunikasi berdua. Sementara saya hanya menjadi pendengar. Terkadang saya paham mengenai isi pembicaraan mereka, tapi saya tak pernah menyambung dengan bahasa yang mereka pakai. Itulah kesalahan yang baru saya sadari.

Bahasa ibu terkadang menjadi bahasa sandi antara saya dan emak agar tidak dipahami adek misalnya ketika mamak ingin pergi.

Kemudian beberapa teman bapak juga sering mengawali pembicaraan dengan bahasa Bugis saat berbicara kepada saya.

“Pigi ambokmu?” tanyanya yang berarti, “Mana bapakmu?

“Baru gak die pegi.” Jawabku dengan bahasa Melayu.

“Lekka Pigi alena?” jawabnya lagi dengan bahasa Bugis yang berarti,

“kemana dia pergi”.

“Kurang tau. Ade pesan ke? Nanti kalau bapak udah balek kite kabarkan.” Jawabku.

Terkadang mereka menitipkan pesan dengan bahasa Bugis dengan panjang lebar kemudian saya menyimpulkan apa maksudnya dengan bahasa Melayu kepada takut keliru. Nyaris selalu begitu.

Kelas 10 SMA. Ya, itulah pertama kali saya tertarik untuk membiasakan berbahasa Bugis, pasalnya saat itu saya sebangku dengan seorang wanita Bugis yang selalu menuturkan bahasa Bugis ketika berbicara kepada saya. Ya, saya berani pastikan bahwa Karin (wanita Bugis) adalah orang pertama yang mendengarkan saya menuturkan dalam sebuah kalimat. Walau tidak sering.

Lanjut cerita, rasa ingin tahu itu diam-diam terpompa lagi setelah bergabung ke Club Menulis IAIN Pontianak, bukan karena anggota CM seperti Karin yang senang menuturkan bahasa Bugis, tapi setelah bergabung di CM, saya pribadi merasa mendapatkan suntikan motivasi untuk terbiasa menuturkan bahasa ibu yang telah lama hilang, di sini saya mulai memahami pentingnya mempertahankan identitas.

Oleh sebab itu, dalam beberapa kesempatan saya dan Tuti membiasakan berkomunikasi dengan bahasa Bugis (kami sama-sama belajar membiasakan) kalau berbicara dengan Tuti rasanya saya tidak canggung, selain sama-sama belajar, toh Tija, Bang Man, Novie dan Mita tidak akan tahu kalau kami salah. Maklum masih belajar. Hehe.

“Selamat hari bahasa ibu internasional”.

Punggur Kecil, 21 Februari 2018

Written by teraju

IMG 20180222 050826 592

Baca Doa Keliling Kampung

unnamed

Geram, Kasihan, Serahkan pada Allah