Memasuki semester akhir kuliah, perlahan timbul kesibukan akan tugas-tugas yang dimandatkan seorang dosen. Sebagai mahasiswa semester enam, mengejar Praktik Kuliah Lapangan (PKL) dan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) konon menjadi momok utama penyebabnya.
Jadwal kuliah tambahan, tugas tambahan, absen tambahan, menjadi sederet efek yang ditimbulkan. Agaknya tidak melulu berdampak positif, rupanya pun menimbulkan pengaruh negatif, utamanya terhadap mahasiswa.
Sebagai seorang perantau yang tidak sama dengan mahasiswa tempatan, anak rantau harus rela mengorbankan antara kuliah dan pekerjaan. Apalagi beberapa dosen kemudian secara tiba-tiba mengubah jadwal jam kuliah. Hal itu benar-benar dua pilihan yang susah diputuskan.
Ditambah demokrasi yang menjadi dalil utama, suara terbanyak adalah pemenang. Keputusan warga kelas kerap kali tidak sesuai harapan seorang rantauan. Mengalah adalah jawaban paling pasrah.
Tidak berhenti di situ, tugas kerap menumpuk. Tenggang waktu pengumpulan pendek. Meskipun sudah cukup hanya dengan dikerjakan tanpa banyak komentar (memang begitu seharusnya). Tetapi, tidak sesederhana itu bagi seorang perantau sekaligus pekerja.
Namun, tetap saja bukan dalih utama untuk menyedikitkan tugas. Apa hak seorang mahasiswa? Hanya mendengar dan menaati, kristis boleh saja resikonya jelas berbeda. Tapi, apanya yang mau dikritisi? Jika engkau mahasiswa juga pekerja, bersyukurlah. Hidupmu memang tak sementereng yang lain. Hanya perlu waktu untuk memahaminya.
Kuliah adalah kuliah bekerja adalah bekerja, walaupun berbarengan, tetap ia tak seirama. Beberapa orang beruntung karena dilahirkan di tengah-tengah keluarga bermateri. Sisanya beruntung karena dianugerahi hati dan pundak yang kokoh untuk berusaha sendiri.
Pontianak, ruang pengap tak ber-ac, 03 Mei 2019