Oleh: Leo Sutrisno
(Lingkungan F. Asisi)
Judul renungan hari ini, 10 Nov 2019, merupakan inti pesan kisah bijak yang sedang viral di media massa. Kisah tentang seorang wanita yang terjebak dalam sebuah kamar pendingin penyimpan daging. Kisah itu kiranya relavan dengan pesan ketiga bacaan pendek hari ini, 10 Nov 2019.
Bacaan I: 2Mak 7:1-2.9-14, mengingatkan bahwa Raja alam semesta akan membangkitkan kita untuk kehidupan kekal. Ungkaan ini merupakan keyakinan seorang ibu berseta ketujuh anaknya yang diucapkan di saat-saat menjelang ajal akibat siksaan suruhan Raja Antiokhus Epifanes. Siksaan mereka terima akibat dari penolakannya memakan daging babi yang dipercayainya haram. Mereka lebih senang mati ketimbang melanggar hukum nenek moyang.
Bacaan II: 2Tes 2:16-3:5. Dalam Surat Kedua kepada Jemaat di Tesalonika ini, Rasul Paulus yakin bahwa Tuhan akan menguatkan hati mereka baik dalam karya maupun dalam tutur kata yang baik.
Bacaan Injil diambil dari Luk 20:27-38. Pesannya adalah, Ia adalah Allah orang hidup. Pesan itu tercermin dari tanggapan Yeus keika menanggapi pertanyaan orang Saduki. Ada seorang wanita ‘bahu laweyan’. Setiap kali menikah, suaminya meninggal. Peristiwa itu terjadi hingga tujuh kali pernikahan. Siapa yang akan menjadi suaminya setelah meninggal? Apakah kehidupan sesudah kematian adalah personal atau tidak hingga kini masih menjadi perdebatan baik para teolog maupun para filsuf.
Hidup ini memang milik Allah. Karena itu, kita wajib mengikuti perintah-Nya. Di antaranya, bertindak dan bertutur kata yang baik. Jika itu dilakukan, Ia akan menguatkan hati kita dalam jiarah hidup ini.
Kisah bijak yang sedang viral di media massa, berceritera tentang seorang penyelia industri daging. Suatu hari, ketika jam kerja selesai, ia bermaksud mengontrol gudang penyimpan daging. Nasib sial, secara tak terduga pintu tiba-tiba tertutup dari luar. Tak ada orang yang membantu. Setelah lima jam kemudian, ketika hampir ‘beku’ dan hatinya mulai putus harapan, datanglah seorang Satpam yang menyelamatkan.
Ketika ditanya, bagaimana tahu bahwa dirinya terjebak di ruang ini, si Satpam berkata:
“Walau saya tidak mengenalmu dengan baik. Tetapi saya selalu ingat akan sapaan-sapaanmu ‘Selamat pagi’ dan ‘Selamat sore, sampai jumpa besok!’ tiap kali engkau melewati pos jaga. Tadi sore, saya tidak mendengar sapaan ‘Selamat sore, sampai jumpa besok!’ itu. Karena itu, saya berpikir terjadi sesuatu padamu. Saya telah memeriksa setiap sudut pabrik ini. dan, ahkirnya, saya temukan engkau di sini”
Pengalaman yang mirip, saya (Leo Sutrisno), alami ketika telah meninggalkan Universitas Monash, Melbourne, tahun 1990, setelah hampir empat tahun menimba ilmu di sana. Banyak surat yang saya terima dari kawan-kawan Monash, diakhiri dengan kalimat “Fakultas kehilangan ‘Good morning’ berserta senyum lebar-mu, Leo’.
Memang perbuatan seperti ini amat sangat kecil tetapi jika dilakukan dengan tulus ternyata meninggalkan kesan yang mendalam kepada orang lain. Itu berati bahwa Tuhan Raja Semesta Alam, dengan caranya sendiri, telah menguatkan hati kita dalam menjalani jiarah kehidupan ini.
Mari kita selalu memberi salam dan senyum dengan tulus kepada siap pun. Mereka itu adalah teman seperjalanan dalam jiarah hidup ini. Melalui mereka, Tuhan menguatkan hati kita.
Semoga!