Oleh: Nur Iskandar
Negara kita dalam ujian terberatnya. Berhadapan dengan Pandemi Covid-19 berdana resmi ratusan triliun dari APBN–namun tak kunjung surut nyawa berguguran–kini berhadapan pula dengan gerakan massa kontra penetapan UU Omnibus Law.
Futurulog Ronggowarsito pernah wanti-wanti dengan “goro-goro” bahasa Melayu-nye “gare-gare”. Kini terulang kembali “gare-gare” itu sehingga luber gelombang aksi demonstrasi.
Caknun “wali” dari sisi reliji dan seni juga wanti-wanti “Ya’juz dan Ma’juz” bangkit kembali–baca kisah lengkap Ya’juz-Ma’juz si penghisap ‘air’ kehidupan dunia dalam QS Al-Kahfi.
Perkembangan kini mengalir detik per detik tidak bisa tidak pasti harus diseriusi. Karena menurut ilmu Sosiologi–setiap kali ada kerumunan pasti akan ada tindakan-tindakan. Selain tindakan orasi yang bisa memicu emosi–juga aksi tirani–terutama yang berhadapan langsung dengan peserta aksi, yakni polisi–di belakangnya ada TNI.
Sebagai jurnalis yang biasa meliput aksi, saya berharap semoga sahabat kami di institusi Polri dan TNI sabar karena mereka di lapangan. Begitupula politisi–segeralah ambil sikap politik yang membela negeri.
Semoga mereka ingat esensi karya bhakti kepada Ibu Pertiwi. Juga paramedis–di tengah kerumunan itu saya kuatir meruyak Covid-19 setelah aksi yang mau tidak mau mereka harus lakukan karena memang hidup sejatinya bertaruh nyawa antara hidup dan mati. Persis pidato Bung Karno sewaktu demam revolusi, “Antara Hidup dan Mati. Tidak ada di antaranya lagi.”
Doa kami menyertai rakyat jelata dan abdi negara yang tulus untuk Elang Rajawali Garuda Pancasila–selamat dengan tawaf–gilir balik merah-putih dan mencengkeram Bhinneka Tunggal Ika.
Aksi massa seperti hari ini mengingatkan kembali pada dua aksi massa dengan ratusan ribu jumlahnya: Reformasi 1998 dan Aksi 212. Sekali lagi sikap negarawan sedang dalam batu ujian terbesarnya hari-hari terakhir ini. Semoga Allah SWT melindungi NKRI. * (Foto-foto dari ILC Group)