Oleh: Rieke Rahayu
Setiap tanggal 23 April diperingati sebagai Hari Buku Sedunia. Perayaan Hari Buku Sedunia oleh UNESCO ini sebagai bentuk atau cara untuk mengapresiasi serta mempromosikan buku, budaya membaca, hak cipta, dan penerbitan.
Tapi, Layakkah Indonesia memperingatinya?
Menurut riset UNESCO tingkat membaca buku masyarakat Indonesia hanya 0,001% hal tersebut menunjukan bahwa hanya 1 dari 1000 orang yang masih mau untuk membaca buku. Selain itu rata-rata hanya 2% masyarakat Indonesia yang mengunjungi Perpustakaan. Mengapa demikian?
Teringat dengan pepatah yang melegenda hingga sekarang bahwa buku adalah jendela dunia. Melalui buku, pembaca bisa menjelajah ke berbagai belahan tempat lainnya. Hingga Moh. Hatta pernah berkata “Aku rela dipenjara bersama buku, karena dengan buku aku bebas.”
Namun semua itu mulai tergantikan di era digital dengan hadirnya internet. Masyarakat cenderung lebih memilih internet mempelajari hal baru dengan cepat. Tetapi bila diperhatikan secara seksama, kemudahan ini digunakan bukan untuk membaca buku secara elektronik tetapi malah dipakai untuk hal lain yang tidak menambah ilmu serta pengetahuan kita.
Buku merupakan sumber berbagai informasi yang dapat membuka wawasan kita tentang berbagai hal seperti ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, budaya, politik, maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Tanpa kita sadari, manfaat membaca buku dapat memberikan banyak inspirasi bagi kita. Nah gimana? Masih mau nyuekin buku?
Saya mengajak seluruh masyarakat Indonesia khususnya para kaum milenial untuk bersama-sama kita gencarkan budaya membaca. Wujudkan Indonesia yang Maju dengan membangun tradisi literasi bersama. Mari membangun bangsa dengan meningkatkan budaya literasi masyarakat Indonesia.