Oleh: Chandra Kirana
Ramainya bursa calon di Mubeslub Majelis Adat Budaya Tionghua/MABT yang akan diselenggarakan di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, kali ini cukup menarik untuk dicermati. Munculnya isu pencalonan dua mantan Ketua Umum, Erick Martio SH, MM. dan Ir.Harso Utomo Suwito, serta Ketua Matakin Kalbar Sutadi SH, dan Paulus Mursalim SE, MM, politisi yang saat ini menjadi anggota Badan Anggaran DPRD Kalbar, semakin menyemarakkan ajang ini.
DR. Hasan Karman SH, MM, seorang Budayawan dan Tokoh Tionghoa sekaligus Walikota Singkawang 2007-2012 mengatakan mengikuti pemberitaan Mubeslub pemilihan Ketua Umum MABT ini karena kepengurusan 2014-2019 telah berakhir. Ketika ditanyakan siapa kandidat yang paling potensial, pria yang bernama lahir Bong Sau Fan dan sering disapa dengan inisial HK ini mengatakan:
“Menurut saya semua calon memiliki peluang untuk dipilih sebagai Ketua Umum MABT. Sesuai nama MABT sebagai lembaga budaya, yang selain mewakili masyarakat Tionghoa juga sekaligus sebagai pengarah adat-budaya Tionghoa, dan ini bukan hanya terbatas di Kalbar tapi juga Indonesia. Karena itu calon yang maju harus betul-betul memiliki visi-misi yang jelas dan kuat untuk membawa perubahan ke depan. Seorang Ketua Umum MABT bukan hanya dituntut semangatnya, namun butuh pengorbanan waktu, pikiran, bahkan juga finansial yang tidak kecil. Selain moralitas, figur tersebut harus bisa memberi teladan dan pengambil keputusan (decision maker) yang handal untuk MABT. Setidaknya untuk lima tahun kedepan. Kita tahu MABT adalah lembaga nirlaba dan non-komersil, untuk itulah figur yang mencalonkan diri ini sebaiknya punya kemampuan finansial mandiri, lobby dan dukungan yang kuat dari masyarakat, jaringan yang luas, serta mampu berkomunikasi dengan semua pihak. Memang tidak mudah dan tak ada yang sesempurna itu, namun itulah konskwensinya,” kata HK.
Ia juga menambahkan, “Kita lihat contoh dengan organisasi relawan Presiden Jokowi yang lebih dari 300 itu. Yang eksis dan aktif tidak lebih dari 5 atau 10 saja. Yang lain ada namun banyak yang stagnan. Kebanyakan karena kurangnya dukungan finansial dan lemahnya dukungan politik. Organisasi relawan yang eksis dan aktif di belakangnya harus memiliki dukungan finansial dan dukungan politis dari kalangan elite tertentu yang terpanggil dan peduli. Ini sebuah contoh kekuatan dukungan finansial dan politis yang diperlukan agar sebuah organisasi bisa berjalan dengan aktif.”
Sekilas sejarah MABT pada awal berdirinya meraih eksistensi karena didukung oleh beberapa tokoh Tionghoa yang saat itu menjadi Anggota DPRD bersama tokoh-tokoh Tionghoa lainnya. MABT pertama kali diketuai oleh Ketua Dewan Presidium Adhie Rumbee. Adhie Rumbee mengundurkan diri dan digantikan oleh Ketua Dewan Presidium Drs. Erick S. Martio S.H., M.M. Kemudian, Drs. Erick S. Martio S.H., M.M. juga mengundurkan diri sehingga diadakan pemilihan dan terpilihlah Ir. Harso Utomo Suwito sebagai Ketua Umum. Ketika itu digelar Perayaan Cap Go Meh Akbar pertama Kalbar di Jl. Diponegoro Pontianak, dan melahirkan Pemilihan Koko (Ge’ge’) – Meimei Kalbar Pertama pada tahun 2010. MABT beberapa kali menggelar bantuan sosial, termasuk bantuan sosial bencana ketika terjadi gempa di Padang tahun 2009. Setelah itu Harso juga mengundurkan diri seperti yang dilakukan ketua umum-ketua umum sebelumnya.
“Melihat pengalaman sebelumnya maka harus dipetik hikmahnya bahwa figur Ketua Umum mendatang harus memiliki integritas dan komitmen yang kuat untuk mengabdikan dirinya demi memajukan MABT. Ia juga harus memiliki dukungan finansial dan politik yang kuat. Tanpa itu saya kuatir sejarah akan terulang lagi”, tutur HK.
Ketika ditanya tentang kemungkinan pencalonan kembali mantan Ketua Umum MABT yang terdahulu, HK sambil tertawa mengatakan, “Saya rasa itu hanya isu saja yang dilontarkan untuk meramaikan bursa pemilihan kali ini. Tak mungkin Ketum yang pernah mengundurkan diri kemudian maju lagi mencalonkan diri. Secara etis tidak mungkin mereka akan lakukan itu. Mungkin para mantan Ketum itu hanya kasih semangat agar tampil lebih banyak kandidat yang bisa dipilih. Selain itu jika muncul banyak figur potensial maka berarti bagi masa depan MABT itu cerah.”
Ketika ditanya syarat wajib setor 50 Juta bagi setiap kandidat, HK mengatakan, “Ide yang mengagetkan tapi bagus. Saya rasa sah-sah saja. Masyarakat jadi bisa melihat sejauh mana kekuatan komitmennya untuk memberi kontribusi membangun MABT. Selain itu kerja panitia menjadi lebih mudah karena tidak perlu terlalu pusing dengan biaya penyelenggaraan. Jika calonnya banyak berarti biaya akan tertutupi dengan kontribusi tersebut, dan sisanya dapat dijadikan kas awal bagi kepengurusan MABT selanjutnya.”
“Semoga Mubeslub MABT kali ini menjadi momentum untuk menyatukan semua elemen, bukan saja para tokoh Tionghoa, namun juga elemen masyarakat lain. Dukungan Eksekutif dan Legislatif serta aparat hukum juga sangat diperlukan agar kesinambungan keharmonisan masyarakat Kalbar tetap terjaga dan terpelihara,“ kata Hasan Karman mengakhiri wawancara.(* Penulis adalah kontributor teraju.id menetap di Jakarta)