Oleh: Nur Iskandar
Di PTUN Pontianak, Rabu, 5/3/19 dapat buku sejarah. Sebuah kisah nyata. Mahasiswa dan pemuda mengawal gerakan reformasi Orde Baru di Bumi Khatulistiwa. Jurnalis Pontianak Post, Adong Eko menulis via pelaku sejarah.
Ada Ar Irham alias Bujang, Erwan Chandra, Mursalin, keluarga korban penembakan Syafarudin Bin Ali Akbar serta diperkaya foto Timbul Mujadi. Saya beli satu buku. Demi membacanya, saya teringat liputan tahun 1998 hingga Juni Berdarah tahun 2000. Adalah wartawan Equator, Andi Muzammil berada di dekat korban. Andi yang memapah mahasiswa Polnep itu naik motor dan dilarikan ke RSUD Dr Soedarso. TKP penembakan antara kantor Gubernur dengan RS ABK. Dulu ada tugu dibikin untuk mengenang tewasnya Syafarudin tapi dibongkar.
Nama jalan Syafarudin di sebelah pagar Kantor Gubernur juga hilang, jadi Jl Selasih. Di saat penembakan terjadi saya meliput di Gedung DPRD. Suasana “”Keos”. Massa long march mahasiswa bubar kocar kacir. Inti demo besar ketika itu adalah mosi tidak percaya kepada Gubernur yang dijabat militer, Aspar Aswin.
Buku karya Adong menguak lembar sejarah 19 tahun lalu untuk kembali dikenang, dipelajari, dan diambil hikmahnya. Bahwa sejarah sangat berguna untuk hidup bijak hari ini dan masa depan. *