Oleh: Yusriadi
Tinggi, hebat dan luar biasa. Itulah kata yang tepat, rasanya, untuk menggambarkan mimpi anak-anak Mengkalang.
Senin (12/2) saya dan Bu Ambaryani dari Kantor Camat Kubu, ada kegiatan di SMPN 8 Mengkalang. Saya diminta mengajak anak-anak agar rajin belajar, mau membaca dan bisa menulis.
Tugas itu saya terima dengan tangan terbuka. Sejak menangani Club Menulis kami memang kerap kali melakukan kegiatan melibatkan anak sekolah. Program kami namanya Kampanye Menulis. Kami datang ke sekolah, mengajak anak-anak menulis, dan menulis bersama. Setelah itu, tulisan anak-anak kami ketik, didesain dan diterbitkan jadi buku. Terakhir launching.
Di SMPN 8 Kubu di Mengkalang, kami melakukan hal yang kurang lebihnya sama. Nanti ada buku dan syukur-syukur ada launching buku.
Bedanya, kali ini saya menyentuh wilayah motivasi. Saya menggunakan mimpi dan cita-cita sebagai pintu masuknya. Pada kesempatan lain, hampir selalu, saya meminta siswa mengarang bebas. Apa saja! Kali ini, terikat. Hanya terkait mimpi.
Makanya, pertanyaan pertama adalah “Apakah cita-cita Kamu?” atau, “Nanti, Kamu ingin jadi apa?”
Melalui pertanyaan ini saya berharap semua siswa punya gambaran tentang masa depan. Dan, setelah ada gambaran itu mereka memiliki arah jelas dalam melangkah. Mereka pun mungkin terpikir untuk menjaganya agar terwujud.
Nah, di sinilah nanti muncul persinggungan antara mimpi mereka dan amanah yang diberikan pada saya agar anak termotivasi belajar, mau membaca dan menulis.
Lalu, lahirlah kejutan itu. Anak-anak dari daerah terpencil ini memiliki cita-cita tinggi dan luar biasa.
Ada yang ingin jadi dokter, guru, dosen, TNI, polisi, pemain bola kaki, pemain bulu tangkis, pengusaha. Bahkan ada dua profesi yang tidak saya duga diimpikan juga oleh mereka: ada anak yang ingin jadi chef – tukang masak, dan ada yang ingin jadi penulis.
Kiranya, mimpi mereka juga sama dengan mimpi anak-anak di daerah terbuka. Saya takjub.
Di balik takjub itu, saya meminta mereka menjaga semua mimpi itu. Caranya dengan belajar dan bersikap. Mereka harus rajin sekolah dan belajar dengan sungguh-sungguh.
Mereka juga harus menjaga sikap, terutama dengan orang tua. Agar orang tua ridho. Ridho orang tua, doa mereka, akan menjadi pengantar sukses seorang anak.
“Ayo, tadi berangkat sekolah cium tangan Emak, ndak?”
Ruangan jadi heboh. Ada yang pamit dengan orang tua, ada yang tidak.
“Emak berangkat jam 5, kame’ masih tidok,” kata seorang anak.
Saya juga mendapat poin untuk mengingatkan siswa soal pacaran, rokok dan narkoba. Tiga hal ini menghambat bahkan sering memupuskan mimpi.
“Kalau saya datang ke sini 5 tahun lagi, saya tidak mau ketemu kalian sudah gendong anak, ya”. Saya setengah bercanda. Punya anak ketika seseorang berumur 16 tahun, belum pas.
Jadi, begitulah. Saya percaya mimpi-mimpi mereka bisa terwujud. Semoga.
Kini terpulang mereka sendiri dan lingkungan pendukungnya. (*)