Oleh: Nur Iskandar
Buah reformasi 98 paling manis adalah kebebasan pers. Kedua reposisi TNI. Ketiga otonomi daerah. Namun semuanya bergeser ke tirani otoriter kembali.
Apakah yang salah Jokowi? Saya pikir tidak. Pak Jokowi itu orang baik. Tak sanggup saya lupakan Beliau suka blusukan untuk mencari kebenaran dan mendengarkan perasaan kaum duafa, wong cilik.
Saya sebagai jurnalis tak lupa Beliau duduk di truk terbuka Festival Kapuas. Beliau meresmikan mesjid, gereja dan border. Beliau Presiden yang paling rajin ke Kalbar. Beliau orang baik. Cuma dari pengusaha kayu, Walikota Solo, Gubernur DKI hingga presiden dua periode ada protokoler yang mengubah. Juga oliigarki politik Indonesia. Saya tak mau kupas ini terlalu jauh, cukuplah bahwa pemimpin nasional lahir dari Parpol. Parpol butuh modal. Modal utama dari APBN dan APBD. Korupsi bersimaharajalela dari sini. Lahirnya UU juga ke sini.
Masalah kini sama masalah reformasi. Menuntut transparansi. Transparansi menukik ke substansi, apa benar oligarki? Apa benar ultra neoliberalis? Apa benar komunis, atau kapitalis?
Hak rakyat untuk tahu. Hak pers untuk bertanya. Hak kampus untuk riset akademik.
Kasua UU Cipta Kerja, Omnibus Law menurut saya bisa ditiadakan jika buah reformasi berupa otonomi daerah diberikan sepenuh hati.
Mestinya, sistem pelayanan satu atap (SATAP) atau one stop services bisa membuat perijinan jadi simpel dan cepat. Jika sistem ini yang disodorkan kepada Pak Jokowi maka sebagai orang baik pasti akan pilih ke sini. Bukan UU yang salah tapi turunannya. Peraturan Pemerintah yang kudu diubah jadi PP Omnibus.
Setiap Provinsi dan Kabupaten bahkan Desa berpartisipasi aktif. Inilah gotong royong kebangsaan kekinian. Cocok dengan filsafat Pancasila. Setiap daerah berdaya. Berlomba lomba cipta kerja. Toh lapangan kerja paling besar adalah pasar. Pasar berbasis agrobisnis dan agroteknologi. Gejet kini adalah pasar. Jika SATAP profesional ditopang pelayanan online prima, segari pun bisa terbit izin. Jika mau! Jika pusat ikhlas kasih kewenangan daerah sesuai UU Pemda dan Desa. *