Oleh: M Verry Firdaus *
Sultan Hamid II (Kesultanan Qadriyah Pontianak belum menjadi wilayah Indonesia) mendapat jabatan Ajudan Istimewa dari Ratu Belanda Wilhelmina pada tahun 1946 di saat Belanda di wilayah Indonesia melakukan serangan/membunuh dalam rangka mengembalikan kekuasaan Hindia Belanda. Sehingga menjadi alasan Prof Anhar Gonggong selaku Wakil Ketua Dewan Gelar bahwa Sultan Hamid II tak layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Pengajuan dari Yayasan Sultan Hamid sejak tahun 2016 dan menjadi trending topik nasional ketika diteriakkan lagi oleh Mantan Kepala Badan Intelijen Negara Prof AM Hendropriyono di Agama Akal TV Chanel YouTube bahwa Sultan Hamid II memang tidak layak menjadi pahlawan nasional karena dia pengkhianat negara.
Kita kupas soal tudingan Sultan Hamid II tidak patriotis dari pemikiran sejarawan Prof Dr Anhar Gonggong (lihat rekamannya di channel YouTube teraju.id atau Agama Akal TV saat Prof Dr Anhar Gonggong berhadap-hadapan dengan Yayasan Sultan Hamid). Di sana Prof Anhar menuding di mana nasionalisme Sultan Hamid. Pada tahun 1946 menjadi ajudan Ratu Wilhelmina, naik pangkat Mayjen, sementara “kita dikejar-kejar Belanda”.
Narasi yang sama pun bisa ditanyakan kepada tokoh yang lain pada saat pendudukan Jepang. Misalnya Soekarno, pada bulan Juli tahun 1943 mendapatkan Bintang Kekaisaran Ratna Suci dari Kaisar Jepang Hirohito. Padahal apa yang terjadi di Kalimantan Barat masa pendudukan Jepang? Sejak penyerbuan Jepang pertama kali di Kalbar yakni dengan menggunakan 9 pesawat tempur mengebom Kota Pontianak tertanggal 19 Desember 1941 ribuan orang tewas seketika. Dilanjutkan pembakaran dan pengeboman di kota-kota lainnya di Kalbar, diantaranya Mempawah, Ngabang dan Pemangkat.
Selanjutnya pembunuhan massal yang dilakukan Dai Nippon Jepang menjadi pemandangan yang biasa. Bahkan dipertontonkan pada khalayak. Misalnya dijejerkan menghadap tepian Sungai Kapuas, ditebas kepalanya menggunakan samurai, yang tak putus ditendang masuk Sungai. Sampailah puncaknya tahun 1944.
Beramai-ramai keluarga bangsawan dari 12 kesultanan yang ada di Kalbar (termasuk Kesultanan Qadriyah Pontianak kerabat keluarga maupun family Sultan Hamid II), kaum intelektual, tokoh adat, tokoh politik dari semua etnis yang ada: Melayu, Dayak, Cina, Jawa, Batak, Bugis dan etnis lainnya. Mereka dibawa ke lokasi-lokasi pembantaian. Sebagian besar dieksekusi di hutan Mandor. Di sana ditemukan kuburan massal. Jumlah korban secara resmi menurut Pemprov Kalbar 21.037 jiwa.
Apakah fakta sejarah pada timeline ini bisa menjadi patokan Dewan gelar menghilangkan jasa-jasa kepahlawanan proklamator Soekarno?? Tentu tidak!!! Kenapa? Ada jasa-jasa besar Beliau dalam rangka kemerdekaan negara ini. Demikian juga Sultan Hamid II, jasanya luar biasa besar untuk negeri ini.
Sebut misalnya hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (1949). Jika Sultan Hamid II selaku Ketua BFO (Federasi Kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah Indonesia) tidak setuju dibentuknya Republik Indonesia Serikat, maka tidak akan ada pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Akibatnya perang berkecamuk berketerusan. Banyak tokoh nasional terus dipenjarakan. Korban harta, tahta dan jiwa terus berjatuhan. Pendidikan dan pengajaran tak akan menderivasi dan melipatgandakan nasionalisme kebangsaan Indonesia.
Terlebih lagi Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila yang diakui karya Hamid dari kemenangannya mengikuti sayembara yang dilakukan oleh negara. Hamid menyempurnakan lambang negara itu berdasarkan masukan dari berbagai pihak, memang benar, tapi dia pemenangnya dan diakui negara. Lihat Buku Bung Hatta Menjawab. Sang Proklamator mengakui lambang negara yang kita gunakan saat ini adalah karya Sultan Hamid II dari Pontianak. Lambang Negara itu kaya makna dan mengikat persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
Jika ada pihak menuding, lambang negara karya Sultan Hamid bukan dibuatnya seorang diri, maka narasi yang sama silahkan ajukan kepada WR Supratman. Apakah teks lagu kebangsaan Indonesia Raya dari dirinya sendiri? Tidakkah ada penyempurnaan-penyempurnaan dari para tokoh lainnya? Apakah masukan-masukan dari para tokoh lainnya itu menyebabkan namanya tak diakui sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya? Apakah kepahlawanan WR Supratman gagal gara-gara adanya masukan dan penyempurnaan? Bukankah tidak!
Berikutnya kita bahas soal Sultan Jogja, Hamingkubuwono IX. Dalam peringatan bergabungnya Jogjakarta dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang digelar pada 5 September 2017, Prof Mahfud MD memberikan pujian kehormatan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Raja Kadipaten Puro Pakualam Sri Paduka Pakualam VIII, di mana peristiwa bergabungnya Jogja dengan NKRI atau yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945 menjadi bagian mozaik penting dalam sejarah terbentuknya NKRI. Karena saat itu Jogja sebenarnya sangat bisa menjadi negara sendiri, dan Belanda bersedia membantu membesarkan Jogja sebagai negara.
Narasi yang sama pun bisa diberikan kepada Sultan Hamid II selaku Sultan VII Qadriyah Pontianak, atau pun selaku Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Berat (DIKB) gabungan Kesultanan-kesultanan yang ada di Kalbar, yang juga menyatakan bergabung dalam NEGARA INDONESIA, namun persyaratan bentuk negara yang diinginkan oleh Sultan Hamid II adalah NEGARA FEDERAL / NEGARA PERSATUAN REPUBLIK INDONESIA, dan telah pula disepakati secara aklamasi dengan nama negara REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (RIS), yang dicatat sejarah pada perundingan Konferensi Inter Indonesia II antara REPUBLIK INDONESIA dan NEGARA-NEGARA FEDERAL anggota BFO (termasuk DIKB) di Jakarta, 2 Agustus 1949.
Pada Konferensi Meja Bundar Negara Republik Indonesia diwakili Dr Muhammad Hatta (Ketua). Anggotanya: Moh. Roem, Prof Dr. Mr. Supomo, J. Leitnena, Ali Sastroamijojo, Djuanda, Sukiman, Suyono Hadinoto, Sumitro Djojohadikusumo, Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, Muwardi. Sementara Belanda diwakili oleh Van Maarseven dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) atau Majelis Permusyawaratan Federal diwakili oleh Sultan Hamid II.
Isi KMB luar biasa hebatnya untuk NKRI saat ini, yakni: Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada bulan Desember 1949. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia-Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya. Kemudian pada 27 Desember 1949 penyerahan kedaulatan Belanda terhadap Indonesia disahkan. Penyerahan dilakukan di dua tempat, yakni Jakarta, Indonesia dan Amsterdam, Belanda. RIS pun kemudian diakui kedaulatannya oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Uraian di atas faktuil menunjukkan bahwa Sultan Hamid II sangat patriotik. Alasan Prof Dr Anhar Gonggong tidak relevan untuk menolaknya sebagai pahlawan nasional. (*Penulis adalah guru pedalaman Kalbar / SMPN 3 Belitang Hilir Sekadau. Pemerhati Komunikasi Data Sistem Informasi Publik)