in , ,

Prediksi Pilgub DKI Putaran Kedua yang Tinggal Hitungan Jam…

Graphic1

Oleh: Nur Iskandar *

Hanya dalam hitungan jam, Pilgub DKI Jakarta putaran kedua sudah akan nampak hasilnya. Sementara pilkada serentak beberapa waktu silam telah nyata pula hasilnya. Bahkan kita sesungguhnya sudah kenyang dengan asam-garam pemilihan pemimpin kepala daerah. Oleh karena itu kita pasti punya pendapat dengan reason atau alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.

Sebagai jurnalis yang biasa meliput pemilihan kepala daerah saya berpendapat, bahwa sejak awal kontestasi pemilihan kepala daerah, setiap kepala pemilik suara sudah punya sosok idola dan pilihannya. Kalaupun ada kampanye dan hasut-menghasut, itu hanya dinamika yang tidak banyak mengubah pilihan dalam hati nurani seseorang pemilih, kecuali di dalam ancaman. Termasuk jika ditekan dengan uang yang menggiurkan.

Oleh karena itu menjadi penting bagi partai politik memutuskan satu calon yang kuat. Yakni mereka yang “layak jual”. Karena figur yang “marketable-lah” yang bisa mengeruk hati-nurani rakyat. Tentu lewat bukti nyata kepemimpinannya. Yang obral janji, tanpa bukti, tak berarti. Pasti lewat dan hanya buang-buang uang.

Bagaimana dengan prediksi Pilgub DKI putaran kedua antara Anies-Ahok (Basuki Cahaya Purnama)?

Pertama, bahwa dugaan pilgub satu putaran terbukti meleset. Posisi Ahok yang superior terpaut tipis dengan perolehan suara Anies yang mantan Rektor Paramadina, penggagas Indonesia Mengajar dan Mendikbud. Jika trend kenaikan suara Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno berlanjut, maka seperti prediksi kebanyakan lembaga survey, Anies akan menang. Catatan: biasanya, survey tidak meleset jauh dengan angka sesungguhnya yang diumumkan KPU. Hal tersebut karena metode yang dipakai sangat ilmiah. Kecuali lembaga survey abal-abal yang bekerja atas pesanan dan keinginan menyenangkan sang pemesan.

Kedua, sewaktu berada di Jakarta pada akhir Maret lalu, saya survey kecil-kecilan. Saya bertanya dengan sejumlah rekan tentang kemenangan di TPS masing-masing cagub. Mereka mengakui bahwa di TPS Ahok, Ahok kalah. Namun di TPS yang mayoritas muslim, Ahok menang. Trend ini jika terjadi, maka Ahok berpeluang memenangkan Pilgub putaran kedua.

Tentang hal tersebut di atas kenapa bertentangan dengan realitas demo 212 dan seterusnya? Jawaban rekan-rekan di Jakarta, bahwa massa tersebut pada umumnya bukanlah warga Jakarta. Simple sekali.

Lalu bagaimana memilih di antara realitas 50:50 tersebut? Saya melihat kemenangan salah satu pihak akan sangat tipis. Oleh karena itu bisa-bisa berujung ke MK. Sasarannya tiada lain adalah kecurangan di dalam penyelenggaraan pemungutan suara. Kendati demikian saya berharap Jakarta tetap aman dan kondusif. Harapan tersebut bukan harapan kosong, karena pilkada di nusantara terbukti aman dan damai walaupun ada sengketa. Inilah Indonesia…

Kedua, kembali kepada esensi pemilihan pemimpin. Kita mesti memilih yang terbaik dari yang ada. Bahwa Ahok-Anies beserta pasangannya masing-masing adalah kader terbaik yang lolos penjaringan ketat sesuai undang-undang pilkada. Karakter masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Sementara organisasi pemerintahan adalah sistematis dan sistemik. Yang dibutuhkan adalah pemimpin yang efektif, efisien dan bisa menggerakkan dibarengi kesabaran. Pada akhirnya, posisi rasionalitas dan hati nurani pemilih akan sangat menentukan kepada siapa kepercayaan akan ditujukan.

Kesimpulan saya dari posisi 50:50% itu, bahwa Anies lebih berpeluang menjadi Gubernur mensuksesi Ahok karena dia diuntungkan oleh migrasi suara pendukung Agus-Sylvi yang gugur di putaran pertama. Sementara platform pendukung calon no urut satu itu lebih dekat kepada no 3 Anies-Sandi. Jadi, saya melihat trend kepercayaan kepada Anies akan positif, di mana figurnya sabar sehingga diametral dengan Ahok.

Alasan kedua: ketika putaran kedua terjadi, alias “head to head”, maka calon “muslim” akan mendapatkan dukungan suara yang relatif menyatu. Di sini tetap berlaku politik identitas. Yakni identitas etnik dan agama. * (penulis adalah pemimpin redaksi media online teraju.id dan dosen tamu yang mengajar jurnalistik di IAIN dan Fisip Universitas Tanjungpura).

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

IMG 20170418 185018 612

BNN-Untan Teken Kesepakatan Perangi Narkoba

IMG 20170419 114442 050

Kampanye via “Mobil Poster Tarik-Ulur” Stop Narkoba Sekarang Juga