Oleh: Wajidi Sayadi
Bertepatan dengan malam Asyura, 10 Muharram, maka tema pembahasan pada Pengkajian Tafsir Al-Qur’an Rutin Jumat malam di Masjid Al-Jamaah Jl. Surya Pontianak membahas tentang Asyura dan Tenggelamnya Fir’aun di laut Merah.
Dalam al-Qur’an, nama nabi dan rasul yang paling banyak disebutkan dan diulangi kisahnya adalah Nabi Musa ‘Alaihissalam berlawanan dengan Fir’aun, sebab sosok dan karakter keduanya selalu ada pada setiap zaman, yakni pertarungan antara penindasan dan kebatilan oleh Fir’aun dan pembebasan dan kebenaran oleh Nabi Musa ‘Alaihissalam.
Salah satunya, adalah tubuh Fir’aun yang tenggelam di laut merah ketika mengejar nabi Musa, diselamatkan oleh Allah informasinya diabadikan dalam al-Qur’an.
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ
Hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu menjadi pelajaran bagi (generasi) yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami,”. (QS. Yunus, 10: 92).
Jasad tubuh yang diselamatkan yang dimaksud ayat ini adalah jasad tubuh Fir’aun yang tenggelam di laut merah ketika mengejar Nabi Musa beserta pengikutnya.
Kapan terjadinya?
Hadis Nabi SAW. yang menjawabnya, yaitu pada hari Asyura, 10 Muharram, sebagaimana disampaikan Ibnu Abbas:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ، وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا، يَعْنِي عَاشُورَاءَ، فَقَالُوا: هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ، وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Sesungguhnya Nabi SAW. ketika tiba di Madinah, Beliau mendapati mereka (orang-orang Yahudi) sedang berpuasa pada hari itu. Yakni hari Asyura (10 Muharram). Beliau bertanya, Ada apa hari ini? Mereka, menjawab, “Ini adalah hari agung, hari ketika Allah menyelamatkan nabi Musa dan menenggelamkan Fir’aun beserta pasukannya. Maka nabi Musa berpuasa pada hari itu sebagai wujud rasa syukur karena Allah telah menyelamatkannya. Maka nabi SAW. bersabda: “Aku lebih patut dari pada mereka, maka Beliau berpuasa dan memerintahkan berpuasa pada hari Asyura.” (HR. Bukhari).
Berkaitan dengan puasa Asyura ini, hadis lainnya menjelaskan bahwa, selain puasa Asyura juga diperintahkan berpuasa pada hari ke sembilan agar tidak menyerupai puasanya orang Yahudi. Para ulama menjelaskan, bahwa boleh juga, apabila tidak sempat berpuasa sebelumnya, maka boleh berpuasa sesudahnya.
Adapun masalah jasad tubuh Fir’aun, para sejarawan purbakala menyebutkan bahwa Fir’aun adalah penguasa Mesir sekitar antara tahun 1224 SM hingga 1214 SM. Dia tenggelam di laut merah ketika mengejar nabi Musa beserta pasukannya.
Kebenaran ungkapan al-Qur’an mengenai penyelamatan tubuh Fir’aun semakin nyata dengan ditemukan tubuhnya dalam bentuk mumi di Wadi al-Muluk (Lembah para raja) yang berada di daerah Luxor seberang Sungai Nil oleh seorang Purbakalawan Loret pada tahun 1896 M.
Ketika pembalut-pembalut tubuh Fir’aun dibuka, ternyata tubuhnya masih utuh, kepala dan wajahnya tetap terbuka dan bisa dilihat. Mumi Fir’aun ini disimpan di Museum Nasional Mesir, museum yang banyak mengoleksi peninggalan purbakala Mesir yang sudah berumur ribuan tahun.
Para wisatawan yang ke Mesir, selain ke Piramid, destinasi wisata yang paling banyak dikunjungi adalah ingin melihat dan menyaksikan Mumi Fir’aun yang sangat terkenal dan disebutkan dalam al-Qur’an.
Tahun 2009 lalu, saya berkesempatan ke Mesir dan bisa melihat langsung mumi Fir’aun di Museum Nasional Mesir di Kairo. Letaknya sangat strategis di Tahrir Square jantung kota Kairo bersebelahan Sungai Nil. Tahrir Square merupakan saksi sejarah tumbangnya presiden Husni Mubarak oleh jutaan demonstran di Kairo Mesir tahun 2011.
Mumi Fir’aun ini dipajang di suatu ruang khusus dengan penjagaan yang sangat ketat oleh petugas aparat. Bagi pengunjung dilarang membawa kamera dan alat komunikasi lainnya. Pengunjung berkesempatan mengabadikan dokumentasi foto di halaman Museum.
Mumi Fir’aun yang masih utuh disimpan dalam peti kaca tembus pandang sehingga bisa dilihat oleh para pengunjung. Begitu melihat muminya, eeh ternyata yang namanya Fir’aun bukan satu orang, tapi ada 12 orang Fir’aun yang ada muminya.
Ketika ditanyakan, Fir’aun yang mana, penguasa Mesir mengaku sebagai tuhan, dan mengejar nabi Musa hingga tenggelam di laut?
Ternyata Fir’aun yang selama ini kita dengar ceritanya melawan nabi Musa, kejam dan menindas rakyat Bani Israil, bahkan mengaku sebagai Tuhan, ternyata tubuhnya kecil dan kurus, sementara Fir’aun lainnya mungkin pengawal, rekanan atau pasukan khusus, justru ukuran fisiknya lebih besar dan tinggi.
Ukuran fisik yang kecil termasuk kurus, tidak selalu identik dengan kecil pengaruh dan kekuasaan.
Sebaliknya juga begitu, ada bodynya besar dan tinggi, ternyata tidak punya nyali apa-apa, hanya suruhan dan bawahan terus. Menilai kualitas seseorang tidak selalu identik dengan tampilan fisik lahiriahnya.
Mendengar cerita sosok Fir’aun yang kekuasaannya sangat sangat besar, merasa menguasai segalanya, berbuat semaunya, kejam menindas rakyat, sombong dan angkuh, bahkan memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan. dia menyatakan:
انا ربكم الأعلى
“Akulah Tuhan yang paling Tinggi”.
Ternyata, ketika sudah sampai waktunya, dia terbujur kaku, tak lebih dari bongkahan batu dan mumi tak bisa berbuat apa-apa lagi, sekedar pajangan bahan tontonan, tapi bisa menjadi tuntunan bagi mereka yang mau menjadikan sebagai ayat dan ibrah (pelajaran dan hikmah).
Ketika berkuasa biasa-biasa saja, jangan berlebihan, apalagi berlebih-lebihan, seolah-olah kekuasaan itu segala-galanya.
Fir’aun saja dengan segala kebesaran dan kekuasaannya hampir tak terbatas, ketika tibat waktunya pada hari Asyura, 10 Muharram Fir’aun ditenggelamkan di laut, segalanya berakhir.
Hanya kepada Allah Sumber dan Pemilik keselamatan kita mengadu dan mengharap sepenuhnya.
حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير
Hasbuna Allah wa Ni’ma al-Wakil Ni’ma al-Maula wa Ni’ma an-Nashir.
(Cukuplah bagi kami, Allah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik penolong).
Pontianak, 10 Muharram 1442 H/29 Agustus 2020