Oleh: Tuti Alawiyah
“Bisa dijadikan prolog,” kata Bang Amar di beberapa kesempatan, menyela di antara pertanyaan yang diajukan oleh Pak Yus dan jawaban teman.
Setelah beberapa menit aku teringat penjelasan Pak Yus tentang Feature.
“Oh iya ya. Prolog yang dimaksud Bang Amar adalah lead dalam feature,” kataku dalam hati.
Kenapa tidak terpikir juga seperti Bang Amar untuk melihat tiap sesuatu sebagai ide tulisan.
Nah, di sinilah aku mulai mengingat salah satu anak SMA Teluk Keramat, namanya Haris. Ia duduk tepat di hadapanku. Mereka waktu itu mengenakan pakaian putih abu-abu. Jika kuperhatikan pakaian Haris yang paling rapi di antara dua teman lelakinya. Kulitnya berwarna sawo matang. Hidungnya mancung dan matanya agak sipit. Tinggi badannya sekitar 160 cm.
Haris datang bersama tujuh orang lain.
Hal yang menjelma pertama di pikiranku ialah saat aku masih duduk sama seperti dia. Betapa irinya aku saat mendengar pertanyaannya, “Bagaimana menulis dengan baik dan benar?” Pertanyaan itu belum pernah terbesit di pikiranku saat masih duduk di kelas tiga SMA. Tapi, ia sudah memiliki keingintahuan untuk bertanya semacam itu.
Bang Man yang menjadi pemandu acara pembincangan kami waktu itu menunjuk Khatijah untuk menjawab.
“Kok saye sih?” jawab Tijah waktu itu. Dia mengelak.
Kami semua saling menyuruh satu sama lain untuk menjawab.
“Tulis-tulis jak, apa yang ingin kalian tulis…..”. begitu akhirnya Tijah menjawab.
“Tulis saja apa yang kalian dengar, lihat dan rasakan,” tambahanku waktu itu.
“Jadi, kalau tidak ada rasa, tak usah ditulis,” tanggap Bang Man membuat sontak anak SMA 3 tertawa.
Kunjungan hari Senin, 18 Desember 2017 itu mengingatkanku semasa masih duduk kelas tiga SMA. Aku termotivasi untuk menulis bagaimana posisiku waktu itu dengan dia saat ini. Ini mungkin bisa menjadi awal mula mereka untuk menjadi seseorang yang besar. Seseorang yang melangkah dan berpikir positif maka akan bergerak melakukan tindakan positif. (*)