Oleh : Khatijah
Bunuh diri?? kata-kata murka yang memang tak pantas untuk diucapkan, apalagi untuk dilakukan. Hah, proses memang seperti itu, tak pernah ia mau berjalan mulus, mana mungkin ia akrab dengan kemudahan, toh dia sangat betah dengan kata sabar, dan bahkan ia sangat menyukai kalimat.
“Ayo maju lagi, jangan kembali sampai Tuhan berkata pulang”.
Tapi kali ini tulisan saya bukan tentang bunuh diri yang menghilangkan nyawa, apalagi perbuatan memaksa kembali kepada Tuhan. Sekedar informasi, seperti biasa anggota Club Menulis berkumpul di ruangan yang selalu nyaman untuk mendapatkan inspirasi meski tanpa suara musik yang mengundang kaki untuk bergoyang, apalagi minuman segar yang tinggal pesan.
“Novie sih udah, sebelah Novie tu belum, bedua tu mereke agik bunuh diri,” ujar Pak Yusriadi. Itu sindiran atau motivasi yang pastinya saya sudah berkali-kali mendengar kalimat yang tidak bisa saya artikan dengan jelas. Dan di sinilah letak kebanggaan menjadi anggota Club Menulis, selalu banyak cara Pembina kami untuk membangkitkan gairah menulis, toh kalian juga tahu kalau masuk ke-dunia kepenulisan, memang bukan hal yang mudah apalagi untuk berkonsisten memaksa pikiran dan jari untuk tetap membuat keyboard menari dan bernyanyi. Hah, kalimat itu bukankah telah berulang kali mengiang di telinga, “Menulis bukan tentang pekerjaan lahir melainkan batin”.
Tetapi di Club Menulis, bukan tentang pekerjaan batin maupun lahir. Karena menulis bagi kami adalah passion yang tidak akan luput ditelan zaman, style yang tak akan lekang oleh waktu, karena sangat jelas terpapar testimony di dinding ruangan Club yang ditulis oleh A. Helmi dari LIPI.
“Menulis untuk mengada, menulis untuk menjadi, menulis untuk mengubah”.
Lalu apalagi yang kurang jelas dengan testimoni itu? Bukankah benar jika kami tidak menulis sama dengan bunuh diri?.
Pontianak, 18 Januari 2018