Oleh: Saripaini
“Ada uang ada barang” telah dikenal oleh seluruh masyarakat dan bukan hal yang aneh bagi kehidupan di kota dan tak terkecuali di desa, sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tuntutan ekonomi. Dalam bahasa biologi hal ini dikenal dengan istilah simbiosis mutualisme.
Kehidupan di kota dan di desa jelas berbeda. Begitu pula dengan hukum yang berlaku di masyarakat. “Ada uang ada jasa” secara umum istilah tersebut adalah kenyataan yang nyata adanya terjadi di kota, tetapi di desa istilah itu tak selalu berlaku.
Kerja sama merupakan aktivitas biasa bagi masyarakat yang tinggal di desa, tingkat kepedulian antar sesama masih dipegang teguh. Hakikat manusia sebagai makhluk sosial dapat dirasakan secara utuh. Dimana upah atau gaji tidak melulu berlaku, ada kalanya kepedulian sosial dipandang lebih beharga dari pada uang.
Banyak hal yang dilakukan bersama oleh masyarakat yang tinggal di desa. Contohnya saja masyarakat Parit Deraman Hulu yang masih lekat dengan budaya tolong menolong, dimulai untuk kepentingan bersama hingga untuk kepentingan pribadi dari anggota masyarakat.
Seperti pelaksanaan perayaan hari besar Islam dan gotong royong memperbaiki jalan sebagai kepentingan bersama yang dilakukan secara bersama, hal yang sama juga dapat dirasakan oleh siapa saja yang ada di antara mereka. Ya, tentu saja untuk kepentingan pribadi salah seorang di antara mereka, misalnya, ketika ada hajatan atau acara pernikahan. Tuan rumah (yang punya hajatan) hanya perlu menyabi para tetangga dan selanjutnya mereka akan datang untuk membantu. Sementara itu fungsi uang dinon-aktifkan sebagai imbalan dari jasa.
Seperti biasanya, setiap menjelang acara pernikahan salah seorang dari anggota masyarakat, sebulan sebelum pelaksanaan acara, mereka mengumpulkan kayu bersama, jenis kayu yang paling sering digunakan adalah kayu dari pohon getah alias pohon karet. Entah apa sebabnya, mungkin karena pohon karet masih mudah untuk dijumpai, maklumlah dahulu karet sempat menjadi penggerak roda perekonomian masyarakat, tapi sekarang tidak lagi.
Dalam perkara tolong-menolong dalam hal mengambil kayu, masyarakat mengambil bidangnya masing-masing sesuai peran yang bisa dilakukan. Ada yang menebang kayu, memotong, mengangkut, membelah, dan menyusun.
Sementara ibu-ibu akan mengurusi urusan dapur seperti membuat kue, memasak, hingga menyiapkan lauk pauk. Kerja sama ini menyenangkan diisi dengan canda tawa. Banyak komunikasi yang terjadi di sana dan keriuhan tak dapat dihindari, terlebih lagi pada kumpulan ibu-ibu yang terbiasa mengadu suara dengan tumbukan alu, mixer dan belender. Menyenangkan.
Ya, kebersamaan memang menyenangkan. Apa lagi telah menjadi kebiasaan yang mengakar, yang akan menjaga persatuan dalam masyarakat. Menolong tak mesti dilatarbelakangi oleh uang, walau pada dasarnya uang itu penting, tapi tidak semuanya dapat dibeli dengan uang.
Punggur Kecil, 05 Maret 2018