Oleh: Leo Sutrisno
Dalam minggu lalu, kita disuguhi kisah seorang anak remaja yang membunuh anak kecil, usia lima tahun. Sejumlah pengamat berpendapat bahwa perbuatan semacam ini dipicu oleh keberadaan video game dan medsos, youtube, yang bernuansa kekerasan. Muncullah saran agar dilakukan pemblokiran.
Dalam tulisan ini disjikan rangkuman hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara menonton video game yang bernuansa kekerasan dengan tindak anti-sosial yang bersangkutan. Apakah video game yang bernuansa kekerasan berdampak negatif pada anak-anak?
Gween Dewar, 2019, menyatakan bahwa pertanyaan ini sudah seabad diperdebatkan. Tetapi, hingga kini masih kontroversial. Mengapa?
Pada tahun 2018, Anna T. Prescott, James D. Sargent, dan Jay G. Hull (Universitas Michigan, AS) memeta-analysis 24 penelitaian tentang pengaruh video game bernuansa kekerasan pada prilaku agresif yang melibatkan 17.000 partisipan dari berbagai kebangsaan dan berbagai etnis. Usia partisipan tersebar dari 9 hingga 19 tahun. Ditemukan koefisien regresi rerata sebesar 0.113 (rendah). Ditemukan juga etnisitas sebagai moderator variabel secara berturut-turut dari besar ke kecil yaitu; kulit putih, Asia dan Hispanik.
Christopher J. Ferguson, (2017), engaajukan pertanyaan apakah ‘Angry Birds membuat anak-anak ‘angry’?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ia memeta-analysis 101 penelitian tentang pengaruh video game pada sifat agresi anak-anak serta orang dewasa. Ditemukan bahwa main video game meningkatkan sifat agresif seseorang (r rerata=0.06), menurunkan prilaku pro-sosial (r rerata = 0.04, menurunkan nilai hasil belajar (r rerata = 0.01, meningkatkan gejala depresi (r rerata = 04), serta menurunkan sikap memperhatikan (r rerata = 0.13).
Craig Anderson dari Universitas IOWA, AS, (2015), memeta-alaysis 24 penelitian tentang efek video game pada prilaku agresif, kognisi agresif, sikap agresif, serta prilaku pro-sosial. Ditemukan bahwa video game dapat berpengaruh pada pola pikir dan perasaan agresif. Ditemukan juga bahwa bermain video yang beruansa kekerasan papat menurunkan prilaku pro-sosial yang bersangkutan.
Tahun 2010, Craig A. Anderson, Edward L. Swing dan Muniba Saleem (Iowa State University); Akiko Shibuya (Keio University); Nobuko Ihori (Ochanomizu University); Brad J. Bushman (VU University and University of Michigan) serta Hannah R. Rothstein (City University of New York) memeta-analysis efek video game bernuansa kekerasan pada prilaku agresif secara lintas budaya dalam waktu yang panjang (longitudinal). Ditemukan bahwa main video bernuansa kekerasan dapat meningkatkan prilaku agresif serta dapat mnurunkan empati dan prilaku pro=sosial yang bersangkutan. Walaupun efeknya tidak cukup kuat.
John, L. Sherry, 2001, memeta-analysis 24 penelitian tentang permainan video pada prilaku agrsif anak-anak. Ditemukan bahwa permanian itu mempunyai efek yang rendah terhadap sifat agresif seseorang.
Ternyata, ratusan penelitian internasional tetang hubungan antara bermain video dan prilaku agresif anak-anak yang dimetanalysis menunjukkan efek yang rendah atau bahkan ada yang inkonklusif. Mengapa?
Karena, dalam penelitian di bidang ini, pada umumnya, pengambilan sampel secara acak tidak dapat dilakukan. Demikian juga tidak mungkin dilakukan penelitian percobaan dengan kelompok pembanding dalam waktu yang lama.
Secara umum penelitian di bidang ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: penelitian percobaan dan penelitian korelasional. Pada penelitian percobaan, sejumlah anak diminta untuk bermain video game selama beberapa waktu kemudian langsung diikuti dengan mengukur efeknya. Sedangkan kelompok penelitian korelasional berupaya membanding prilaku kekerasan antara anak-anak yang suka main video game dengan anak-anak lain yang ‘tidak pernah’ main video game.
Baik dengan penelitian percobaan maupun dengan penelitian korelasional, para peneliti berusaha menarik hubungan antara main video game yang bernuansa kekerasan dengan prilaku anti-sosial anak mempunyai sejumlah catatan.
Di antaranya disajikan berikut ini.
- Dalam penelitian eksperimen, setelah beberapa waktu anak=anak selesai bermain video game bernuansa kekerasan dilakukan pengukuran efeknya (long termefek jangka pendek). Terlihat, beberapa saat kemudian ‘efek’ tersebut ‘dilepaskan’. Dan, yang bersangkutan kembali tenang. Tidak agresif. Apa yang terjadi di waktu-waktu berikutnya (long-term), tidak jelas karena tidak cukup informasinya.
- Walau korelasi antara bermain video game dalam waktu yang cukup panjang dan prilaku agresif cukup terlihat, tetapi besar efeknya cukup kecil sehingga sukar diinterpretasi.
- Apa yang kita pikirkan sebagai video yang bernuansa kekerasan, sesungguhnya, ternyata kekerasan itu tidak tunggal tetapi bergradasi. Keadaan seperti ini sering luput dari perhatian para peneliti. Terjadilah ‘carukan’ apa yang disebut video game bernuansa kekerasah.
- Dampak pada anak yang bersangkutan juga perlu diberi catatan. Apakah menghasilkan luka fisik atau luka batin. Bermain game dapat menimbulkan rasa stress tetapi belum tentu berprilaku agresif.
Dengan demikian, walaupun perdebatan ini sudah lebih dari seabad, hasil-hasil penelitian tetap belum konklusif, mungkin memang tidak akan konklusif. Tetapi, hasil meta-analysis menunjukkan efek yang signifikan walau kecil.
Itu berarti tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa anak-anak yang bermain video game yang benuansa kekerasan akan melakukan tindakkekerasan yang serius.
Itu berarti, kita mesti mencari penyebab lain selain bermain video game yang bernuansa kekerasan. Ladang baru cukup terbuka bagi para peneliti. Mungkin anak yang memiliki luka batin yang mendalam lebih cenderung menimbulkan prilaku agresif, misalnya. Semoga!
Pakem Tegal, Yogya
10-3-2020