oleh: Agil Wahyu
Permasalahan dunia kesehatan di Kalimantan Barat sudah dipetakan. Saya yakin, pejabat tinggi di bidang kesehatan maupun pemerintahan akan mengamini tulisan saya sebelumnya: Tantangan Dunia Kesehatan di Kalbar.
Dari permasalahan dan upaya pemerintah di atas, mari kita coba bandingkan dengan ekspektasi masyarakat kita terhadap kesehatan yang sangat tinggi. Lucunya, fasilitas kesehatan di Provinsi Kalimantan tidak lagi bersaing dengan fasilitas kesehatan di provinsi lain atau bahkan di Jakarta yang hanya menempuh 1-2 jam perjalanan melalui jalur udara. Namun, kita bersaing dengan negara tetangga bangsa kita, Malaysia dan Singapura yang memiliki waktu tempuh yang lebih lama, administrasi yang lebih rumit, dan biaya pengobatan yang lebih tinggi daripada di Indonesia khususnya Kalimantan Barat. Jika kita bandingkan, fasilitas pemeriksaan penunjang di kita jauh lebih efektif, efisien dan ekonomis dari negara tetangga.
Salah satu contoh pada pasien yang pernah saya temui saat masa pendidikan. Pasien tersebut berusia sekitar 6-7 tahun datang dengan keluhan nyeri hingga kesulitan bergerak yang dirasakan pada perut kanan bawah yang menjalar dari pusat disertai demam dan mual muntah. Setelah bertemu dengan spesialis bedah dan dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien tersebut didiagnosa infeksi usus buntu dan disarankan untuk dilakukan tindakan operasi. Pasien menolak dan memilih untuk berobat ke salah satu negara yang saya sebut diatas. Sekitar satu bulan kemudian pasien tersebut datang kembali dengan keluhan yang sama dengan membawa hasil pemeriksaan penunjang yaitu MRI, rontgen dan hasil laboratorium lengkap, dan ternyata pasien tersebut mendapatkan diagnosa yang sama dan hanya diberikan obat anti nyeri dengan total biaya lebih dari 20 juta yang tentunya akan jauh lebih murah dengan hasil yang sama apabila berobat di Indonesia.
Lalu, apa yang mereka cari? Mengapa masyarakat kita justru lebih memilih mengeluarkan dana yang jauh lebih besar ke luar negeri daripada di Indonesia sendiri. Saya nilai ada kemudahan akses dan komunikasi antara dokter pasien di sana yang mampu membangkitkan kepercayaan antara dokter-pasien tersebut.
Nah, disini benang merahnya, memang, kita akui bahwa kita memiliki tenaga kesehatan yang masih kurang dari segi kuantitas, tugas kita adalah bagaimana cara kita untuk meningkatkan kualitas tenaga dan fasilitas kesehatan kita. Apalagi, di karakteristik wilayah kita yang penuh tantangan, sangat diperlukan inovasi-inovasi baru untuk mampu mengedukasi masing-masing individu masyarakat, meningkatkan peran komunitas dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kesehatan di Kalimantan Barat ini.
Disinilah saya rasa perlu adanya digitalisasi fasilitas kesehatan kita, untuk mempermudah edukasi dan informasi kesehatan ke genggaman tangan masyarakat, meningkatkan kesadaran masyarakat kita akan kesehatan, dan memudahkan masyarakat kita untuk mengakses kesehatan di Kalimantan Barat. Dengan digitalisasi fasilitas kesehatan, kita mampu menjangkau masyarakat hingga ke pelosok daerah ditengah SDM kita yang masih kurang jumlahnya. Banyak hal lain yang bisa kita lakukan dengan memanfaat kan teknologi dan dunia digital tersebut.
Seperti, kita dapat meningkatkan efisiensi pengawasan makan obat pada pasien dengan tuberkulosis dengan digitalisasi program TB yang membantu pula dalam efisiensi pencatatan dan pelaporannya. Digitalisasi pelayanan kesehatan ini juga mampu mengefisiensikan dan memiliki daya ungkit dalam meningkatkan program kesehatan kita.
Ada pula yang telah diterapkan di Singapura dengan Whole Package App kesehatannya yang mampu memfasilitasi masyarakatnya untuk mengakses fasilitas kesehatan melalui telepon genggam dimanapun dan kapanpun.
Para pemuda kita lah yang diharapkan mampu memunculkan inovasi tersebut. Sebuah ide dari pemuda kita tidak akan datang dengan konsep yang penuh, tapi dengan bantuan dan fasilitas pemerintah niscaya pemuda kita akan mampu merealisasikannya. Semoga.