in

FKPT, Terorisme dan Budaya Lokal

IMG 20200219 103645 150

Oleh: Yusriadi

Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di Jakarta, Senin (17/2/20) terasa unik dan wah. Saya kira kesan itu adalah kesan pribadi saya. Tapi ternyata, hal sama dirasakan peserta lain. Peserta dari Sulawesi saat sesi tanya jawab materi hari ke-2, memuji kepiawaian panitia dalam mendesain acara.

Ada dua hal yang membuat acara pembukaan itu menarik. Pertama, desain pentas dan pembawa acara. Badrop layar lebar berwarna merah, dengan tulisan Rakernas FKPT ke-VII Damai Bersatu, warna putih. Warnanya cerah dan terang, memberi kesan tersendiri.

Dua pembawa acara memandu dengan cukup baik. Kekurangan di sana sini tertutup oleh penguasaan panggung dan kekompakan mereka.

Kedua, kehadiran sanggar budaya Betawi yang mengiringi kedatangan Kepala BNPT Suhardi Alius dan Sekjen Kemdagri Hadi Prabowo. Sekelompok orang mewakili tamu dan tuan rumah menampilkan adat istiadat menyambut tetamu. Ada atraksi palang pintu serta silat ala jawara Betawi. Para pemain mengenakan baju khas Betawi berwarna putih, merah dan kuning.

Ada lagu selawat badar dan kemudian berbalas pantun dua kerat ala Betawi, plus ada tabuhan gendang.

Suasana cukup hangat dengan beberapa sentilan. Tawa hadirin pecah mengiringi senyum-senyum Suhardi yang sesekali menjadi sasaran. Bahasa dan logat Betawi yang khas menyentuh kesadaran mengenai penggunaan bahasa dan identitas sebuah komunitas.

Cukup sering saya mengikuti kegiatan nasional, namun seingat saya baru kali ini ada kegiatan yang menampilkan salah satu budaya lokal, Jakarta. Selebihnya hanya melihat tampilan dan aksi di TV.

Bahkan, rasanya sepanjang mengikuti kegiatan lokal di Kalbar jarang-jarang atraksi budaya lokal ditampilkan. Kekecualiannya, ketika kegiatan budaya diselenggarakan memang bentuk seni lokal Kalbar ditampilkan. Pada momen itu ada tari serta musik lokal dipertunjukkan.

Tentu menarik, mengaitkan pilihan BNPT menampilkan budaya lokal pada acara Rakernas ini. Lembaga yang menangani masalah terorisme ini nyatanya tertarik dan memberi apresiasi pada budaya lokal.
Pada paparan pemateri setelah pembukaan, dan pemateri-pemateri selanjutnya, barulah gambaran ini terhubung. Menurut penelitian BNPT tahun 2018-2019, budaya lokal merupakan salah satu daya tangkal radikal terorisme. Oleh karena itu, upaya sepatutnya, memberi ruang dan mengapresiasi budaya lokal harus dilakukan.

Written by Yusriadi

Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.

WhatsApp Image 2020 02 18 at 22.42.42

Membahas Pengawasan Kendaraan Plat Asing di Kalbar

WhatsApp Image 2020 02 23 at 19.02.20

Jejak Mayor Kwee Hoe Toan di Parit Mayor