in

Kisah di Balik Suksesnya AGSI Mengupas Peran Kesejarahan Sultan Hamid

WhatsApp Image 2020 07 06 at 04.54.42
Peneliti sejarah hukum lambang negara elang rajawali Garuda Pancasila, Turiman Faturahman Nur SH, M.Hum saat presentasi di webinar AGSI, Minggu, 5/7/20.

Oleh: Nur Iskandar

Sejak meledaknya pernyataan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Prof Dr AM Hendropriyono disusul webinar Wakil Ketua Dewan Gelar Prof Dr Anhar Gonggong bahwa Sultan Hamid II itu pengkhianat negara sehingga tidak pantas diajukan sebagai pahlawan nasional, kami turut sibuk dibuatnya.

Kami kebetulan menulis buku biografi politik Sultan Hamid II berjudul Sang Perancang Lambang Negara, terbit tahun 2013. Banyak tahu soal peran kesejarahan tentang Sultan Hamid yang dicap pengkhianat, padahal sepengetahuan kami Beliau berjasa besar bagi bangsa dan negara, jadi kami harus bersuara. Sebab adalah dosa jika kita tahu, lalu kita tidak mau kasih tahu sehingga umat tersesat lebih jauh dalam kumparan sejarah.

Kami pun bersuara lewat jumpa pers. Klarifikasi atas tuduhan berkhianat, terlibat pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin Kapten Raymond Westerling, tidak happy pada bentuk negara kesatuan–lebih suka federalis, dan bahwa Sultan Hamid II Alkadrie bukan perancang tunggal lambang negara. Jumpa pers itu hari Minggu, 13/6/2020.

Debat sengit berlanjut di jagat YouTube dan media online nasional. Pendapat AM Hendropriyono dan Anhar serta Prof Djoko dari UGM dicuci budayawan Betawi Ridwan Saidi. Disusul kemudian wakil rakyat Kalbar dari Partai Golkar anak perwira polisi, Maman Surachman. Kata berbalas kata. Viral berbalas viral. Channel YouTube mendata pemirsa puluhan ribu orang. Begitupula webinar berbalas webinar.

Untuk menjawab tuduhan Sultan Hamid II pengkhianat atau pahlawan, yayasan Sultan Hamid II bekerja sama dengan media online teraju.id dan Kampoeng English Poernama menggelar webinar ilmiah. Narasumbernya pengamat sejarah nasional JJ Rizal yang mendapatkan award Ikapi, Wakil Ketua MPR RI Prof Dr Hidayat Nur Wahid, Gubernur Kalbar Sutarmidji SH M.Hum, wakil DPR RI dapil Kalbar H Syarif Abdullah Alkadrie, SH MH dan ketua Yayasan Sultan Hamid, Anshari Dimyati SH MH. Webinar sukses besar. Puluhan ribu pasang mata menyimak dari Video YouTube yang ditayangkan beragam kelompok masyarakat. Sampai membuat trending topik nasional semakin panas.

Untuk menjawab tuduhan Sultan Hamid II pengkhianat atau pahlawan yayasan Sultan Hamid II bekerja sama dengan media online teraju.id dan Kampoeng English Poernama menggelar webinar ilmiah. Narasumbernya pengamat sejarah nasional JJ Rizal yang mendapatkan award Ikapi, Wakil Ketua MPR RI Prof Dr Hidayat Nur Wahid, Gubernur Kalbar Sutarmidji SH M.Hum, wakil DPR RI dapil Kalbar H Syarif Abdullah Alkadrie, SH MH dan ketua Yayasan Sultan Hamid, Anshari Dimyati SH MH. Webinar sukses besar. Puluhan ribu pasang mata menyimak dari Vidio YouTube yang ditayangkan beragam kelompok masyarakat. Sampai membuat trending topik nasional semakin panas.

Di sinilah Asosiasi Guru Sejarah Seluruh Indonesia mengambil jalan tengah. Sebagai ujung tombak pendidikan dan pengajaran sejarah di sekolah sekolah mereka mau menggali lebih dalam lagi dari sumbernya langsung. Yakni penelitian soal lambang negara karya Hamid dan uraian kasus pidana makar yang membelitnya sehingga divonis 10 tahun penjara dikurangi masa tahanan.

Di sinilah kami makin sibuk. Mau kasih yang terbaik kepada publik seluruh rakyat Indonesia. Data dan fakta harus kami siapkan sedemikian rupa sehingga ketika dipresentasikan mudah dicerna sekaligus istilah kalau main catur skak mat lah begitu kira-kira.

Pak Turiman bilang dia akan tampil dengan layar Sultan Hamid dan Muhammad Hatta di belakangnya agar publik tahu kesaksian Bung Hatta lewat buku Bung Hatta menjawab tak diragukan validitasnya sebab saat Hamid menteri negara zondereportofolio. Bung Hatta adalah perdana menterinya. Bung Hatta juga orang yang bersih dan jujur serta sangat bisa dipercaya.

“Anak aku akan mbuatkannye.” Begitu katanya.

Anshari lain lagi. Dia mau kasih jurnal ilmiah yang diterbitkan Universitas Indonesia. “Mau dishare ke 1000-2000 guru sejarah, agar mereka paham duduk perkara pidana yang dililitkan kepada Sultan Hamid.”

Kami makan bersama di rumah makan Padang setelah sebelumnya berkoordinasi dengan tim Cybercrime Markas Besar Polda Kalbar dalam kaitan plagiarisme karya rekam dan naik tayang di channel YouTube dengan mengubah judul sehingga melakukan pembohongan publik. Juga tidak pamit atau permisi dalam mengambil karya cipta orang lain atau lembaga lain.

WhatsApp Image 2020 07 06 at 04.56.42
Isi perut di Rumah Makan Padang

Beberapa kali pertemuan kami lakukan. Kami meeting visual dan virtual. Lalu kami dihubungi AGSI untuk siap naik webinar nasional tepat hari bersejarah 5 Juli saat 1959 dekrit presiden.

Webinar nasional itu untuk melihat peran kesejarahan Sultan Hamid bagaimana yang sesungguhnya, karena sejarah adalah milik para pemenang.

Dan penampilan webinar kemarin itu rrrrruar biassssah! Clear seclearnya. Di mana sejarahwan Dr Muhammad Iskandar dan Dr Rousdy Husein banyak mengupas BFO yang dipimpin Hamid. “Beribu ribu dokumen tentang Sultan Hamid,” tandas Rousdy Husein. Begitupula Dr Muhammad Iskandar menyebutkan kepahlawanan Natsir yang diputuskan secara politik oleh Presiden SBY. “Tuduhan BFO itu antek antek Belanda ciptaan Van Mook dibantah Ida Anak Agung Gde Agung bahwa BFO adalah peran menjembatani antara Negara Republik Indonesia dengan Belanda. Saat diusulkan jadi Pahlawan Nasional, Ide Anak Agung Gde Agung juga diprotes warganya sendiri dengan gelar pengkhianat. Tapi beruntung Presiden teken gelar pahlawan untuknya.” Dr Muhammad Iskandar senyum lebar.

Rousdy Husein menimpali. Negara berbentuk RIS adalah kesepakatan. Semua tercatat di meja perundingan. Jadi soal unitaris federalis jika kita baca risalah perundingannya semua berbasis semangat nasionalisme kebangsaan Indonesia merdeka yang sama.

Saya puas menonton webinar sambil menebas rumput tebal di kebun tani yang saya miliki. Saya dengar seluruh uraian dengan rasa haru sangat dalam. Apalagi cuitan ratusan guru sejarah mengaku berterima kasih atas informasi ilmiah para narasumber yang rrrrruar biassssah. Dominan para guru sejarah itu sepakat bahwa Sultan Hamid II Alkadrie layak diusulkan jadi Pahlawan Nasional atas jasanya merancang lambang negara dan kepiawaiannya memimpin BFO yang menurut Prof Dr Leirissa sebagai kekuatan ketiga yang mestinya sangat signifikan bagi pengakuan kedaulatan Republik Indonesia.

Saya semakin puas dan takjub dengan wejangan penutup dari putri Sang Proklamator Prof Dr Meutia Hatta yang mengatakan, sampai akhir hayatnya, dia tidak pernah mendengar dari mulut ayahnya bahwa Sultan Hamid II adalah pengkhianat negara. Juga dia menyebutkan masih ada guru besar sejarah yang belum siap membaca peran kesejarahan Sultan Hamid bagi Indonesia.

Saya tidak mengupas uraian Tengku Turiman dan Anshari Dimyati karena kami menulis buku bersama sama. Makan bersama sama. Banyak riset lagi di The Hamid Institute bersama sama.

Banyak pointers pelurusan sejarah telah mengemuka. Saya pikir itu semua skak mat punya.

Silahkan simak Video Full webinarnya di teraju.id channel YouTube. Sila cek dan ricek. Sebab kita semua adalah anak bangsa Indonesia yang melek baca. Punya logika. Juga punya rasa. Kita dengan hati nurani terdalam akan punya kesimpulan bahwa memang benar adanya Sultan Hamid II Alkadrie adalah sang pahlawan.*

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

WhatsApp Image 2020 07 05 at 08.33.45

Teruslah Berbuat Baik…

WhatsApp Image 2020 07 06 at 19.40.30

Lagi Webinar Sejarah Batu Sampai–Setompak–Sanggau–Peninggalan Masa Putri Daranante