Oleh: Yusriadi
Beberapa hari lalu kami sekeluarga mendapatkan bingkisan spesial dari seorang sahabat: buah jambu bol. Buah itu terasa sangat istimewa mengiringi makan malam usai puasa.
Pertama: Jambu ini pemberian seorang sahabat. Pemberian yang entah ke berapa… tidak dapat dihitung. Kebaikan yang ke berapa, juga tak dapat dinilai. Melimpah sudah… Kami tak dapat membalasnya, kecuali doa, semoga semuanya menjadi amal beliau dan keluarganya kelak. Barakallah.
Kedua: jambu itu merah-ranum. Tampilannya lebih gelap (bangkam) dibandingkan jambu yang dijual di pasar, pada musimnya. Tentu, kalau bukan dari pohon begini, amat jarang kita bisa mendapatkan jambu seperti ini.
“Jambunya memang masak betul,” kata orang rumah.
Makanya, rasa jambu ini berbeda dibandingkan jambu yang dijual di pasar itu yang biasanya agak masam dan bergetah. Jambu bol di pasar, bisa membuat kita meringis menggigitnya.
Jambu ini terasa lebih manis-berair. Bisa langsung digigit usai dipotong-potong. Tak perlu tambahan sambal agar bisa dinikmati.
Saya sempat berpikir jambu ini lain jenisnya dibandingkan jambu bol yang biasa. Namun, sahabat pemilik memberi tahu, jenisnya sama saja dengan yang dijual di pasar. Entahlah, kalau komposisi tanah tempat tumbuh yang membuat rasanya jadi berbeda.
Ketiga: jambu ini hasil pohon sendiri di samping rumahnya, di komplek perumahan. Bukan beli di pasar. Saya kira ini sangat-sangat istimewa, karena tidak banyak orang yang berkesempatan panen seperti itu.
Orang kita di Pontianak, apalagi di kompleks, tidak semuanya terbiasa menanam tanaman produktif di sekitar rumahnya. Masih mau mereka menanam bunga yang memerlukan perawatan, atau pohon pucuk merah yang rimbun.
Bolehlah coba-coba dihitung: berapa rumah yang ada pohon buah di halamannya? Bandingkan juga dengan rumah yang ada pohon bunga, dan rumah yang kosong melompok.
Padahal, menanam pohon buah di samping rumah itu bisa menjadi produktif. Daun dan rantingnya bisa menjadi penaung dari panas. Lingkungan menjadi teduh.
Pada musimnya, buah bisa dipanen. Entah-entah hasil panennya bisa dibagi-bagi dan menjadi tambahan amal penanamnya. Tinggal atau terpulang pada masing-masing orang mau memilih menanam apa: mangga, jambu, rambutan, lengkeng, matoa, nangka, pepaya, anggur, dll…
Seingat saya, Walikota Pontianak sebelum ini, Sutarmidji, pernah mendorong penanaman pohon produktif di sini. Sekda Provinsi sebelum ini, M. Zeet Hamdy juga begitu.
Semoga tulisan pendek dan remeh temeh ini bisa mengingatkan kembali soal ini. Yuk, bertanam tanaman produktif di sekitar rumah. (*)