Oleh: Wajidi Sayadi
Hari ini adalah hari sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia sebagai hari ulang tahun kemerdekaan ke 75. Berbagai cara dan model ekspresi kegembiraan sebagai rasa syukur.
Dirgahayu RI ke 75 (17 Agustus 1945-17 Agustus 2020)
Sebagai anak bangsa wajib bersyukur atas nikmat kemerdekaan 75 tahun, walau masih sebatas gaya simbolistik.
Semoga ke depannya, nikmat kemerdekaan benar-benar terasa sepenuhnya secara substansialistik.
Masalah merdeka bukan hanya sebatas gaya simbolistik, apalagi gaya tiktoook hi hi hi, tapi merupakan bagian dari ikhtiar meniti hakekat hidup.
Betapa banyak orang secara lahiriahnya, raganya seperti bebas dan merdeka,
tapi batinnya tertekan, dikuasai dan diperbudak, maka itulah penderitaan alias kesengsaraan hidup.
Mementingkan material mengabaikan nilai spiritual dan ritual.
Di kalangan para ulama tasawuf, salah satu tema kajian pembahasannya adalah AL-HURRIYAH, artinya Kemerdekaan dan Kebebasan. Adalah Muhammad ibn Abi Bakar ibn ‘Abd al-Qadir Syamsuddin ar-Razi (660 H atau 1262 M) dalam kitabnya حدائق الحقائق Kitab ini diterbitkan oleh Maktabah ats-Tsaqafah ad-Diniyyah di Kairo pada tahun 2002.
Kitab ini ditemukan Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA. di Perpustakaan Universitas Georgetown di Washinton DC ketika Beliau berkunjung ke Amerika Serikat sekitar tahun 2005.
Ketika pulang ke Indonesia, foto copy kitab ini diserahkan ke saya dengan harapan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ketika itu, saya sedang menulis Disertasi di bawah bimbingan Beliau bersama Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA.
Kitab ini sudah diterjemahkan dengan judul Taman Hakekat; Menyelami Nilai Substansial Agama.
Suatu keberuntungan tahun 2019 lalu, ketika ikut bersama Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar berkunjung ke Amerika Serikat, menyempatkan diri jalan pagi di halaman Universitas Georgetown di Washinton DC karena menginap di the Melrose Hotel berdekatan dengan kampus Universitas tersebut, juga tak jauh dari Gedung Putih tempat Presiden Amerika Serikat. Langsung teringat buku ini, rupanya di sinilah ditemukan buku tasawuf ini karya ar-Razi yang ditulis lebih dari 750 tahun lalu.
Ada 60 Bab tema yang dibahas, salah satunya berjudul AL-HURRIYAH.
Al-Hurriyah artinya kebebasan atau kemerdekaan, yaitu keluar dari belenggu perbudakan sesama makhluk dan menghilangkan semua ketergantungan.
Syekh Ibrahim ibn Adham Radhiyallahu ‘anhu mengatakan, orang yang merdeka adalah orang yang keluar dari dunia sebelum ia dikeluarkan dari dunia itu sendiri.
Adapun tandanya merdeka adalah runtuhnya tembok pembeda antara urusan dunia dan akhirat dalam hatinya sehingga tidak diperbudak oleh dunia yang ada di hadapannya, atau pun akhirat yang akan ditujunya.
Nabi SAW. bersabda: “Aku menahan hatiku dari hal-hal keduniaan sehingga bagiku antara emas dan batu sama saja.”
Orang yang merdeka akan mengutamakan etika terhadap pencipta makhluk, tidak mengharap balasan, tujuan, hajat, dan jatah.
Allah SWT. berfirman dalam al-Qur’an “Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS. Al-Hasyr/59: 9).
Sesungguhnya mereka lebih mengutamakan sesamanya makhluk orang lain dari pada dirinya sendiri hanya untuk mengosongkan hati mereka dari keinginan untuk mendapatkan keutamaan.
Nabi SAW. bersabda: “Sesungguhnya yang membuat merasa memadai seseorang adalah apa yang cukup untuk dirinya sendiri. Pada akhirnya hanya akan berakhir pada empat hasta dan sejengkal tanah pekuburan, dan segalanya akan kembali kepada akhirnya.”
Kesempurnaan kebebasan dan kemerdekaan merupakan hasil dari sempurnanya ubudiyah (penghambaan diri secara utuh).
Siapa ubudiyahnya benar-benar karena Allah, maka hasilnya adalah merdeka dan bebas dari segala belenggu perbudakan dari sesama makhluk.
Merdeka Lahir dan Batin
Merdeka Raga dan Jiwa
Merdeka dari Covid-19
Semoga.
Pontianak, 17 Agustus 2020