Oleh: Leo Sutrisno
Hari ini, 8 Des 2019, adalah Minggu II Masa Adven. Bacaan I, Yes 11:1-10, memberitahukan bahwa Ia akan menghakimi orang-orang (lemah) dengan keadilan. Mazmur Tanggapan, R:7, menyuarakan bahwa keadilan akan berkembang pada zamannya, dan damai sejahtera akan berlimpah sampai selama-lamanya.
Bacaan II, Rom 15:4-9, Rasul Paulus memberitahu Jemaat di Roma bahwa Kristus adalah keselamatan bagi umat manusia. Ia pula si pembawa keadilan itu. Dari Bait Pengantar Injil, Luk 3:4.6, kita mendengar seruan agar mempersiapkan jalan untuk Tuhan. Untuk itu, di dalam Bacaan Injil, Mat 3:1-12, kita semua diminta agar bertobat.
Dengan demikian, seluruh bacaan hari ini, Minggu 8 Desember 2019, meminta kita semua agar bertobat. Sebab, Kristus sudah dekat. Ia yang menyelamatkan umat manusia, akan menghakimi semua orang dengan adil. Dan, itu sungguh nyata.
Dikisahkan sepasang kakek-nenek hidup di sebuah desa di belahan bumi utara. Hidup mereka sangat sederhana. Si nenek tiap hari membuat topi dari jerami. Sedangkan si kakek, tiap hari berjalan kaki berkeliling menyusuri jalan-jalan desa menjajakan topi jerami untuk menopng hidup mereka.
Si kakek, hari ini, sangat bergariah menjajakan topi jeraminya. Di dalam hati ia ingin membeli sebungkus kopi dan gula. Dengan harapan, nanti malam, ia bersama istri dapat menikmati secangkir kopi hangat sembari menyambut kelahiran bayi Yesus.
Namun, hingga lewat tengah hari, belum satu topi pun yang terjual. Dengan kaki gemetaran, karena dingin, ia tetap meneruskan perjalanannya, menyusuri lorong demi lorong menawarkan topinya.
Ketika hari memasuki senja ia memutuskan pulang tanpa membawa kopi dan gula. Tidak ada topi yang terjual. Di depan pintu gerbang desanya, ia memakaikan topi-topi di kepala ke-tujuh patung penjaga desa. Dalam hati, kakek itu berkata, “Pakailah topi-topi ini untuk menahan salju yang telah mulai menutupi sebagian kepalamu”.
Memang, sore itu salju sudah turun. Malam Natal akan terasa indah jika seluruh kawasan tertutup salju, warna putih kemilau. ‘White Christmas’ memeluk hati sepasang kakek-nenek ini.
Sampai di rumah, si kakek berkata, “Nek, aku menyesal tidak dapat membelikanmu barang sebungkus kopi dan gula. Tak ada satu topi pun yang terjual”
“Tetapi, kau tidak membawa pulang topi-topi itu!”, tanya nenek keheranan,
“Semua topi saya pakaikan pada patung=patung penjaga desa kita. Kasihan jika kepala mereka tertutup salju!” jawab kakek.
“Baiklah. Sekarang cucilah tangan dan kakimu. Sudah aku buat semangkok sop jagung. Mari kita makan berdua mumpung masih hangat ini”
Malam sudah bergeser mendekati puncak. Burung hantu telah lama menghentikan nyanyiannya. Hati kakek gundah. Ia sangat kecewa. Ia tidak dapat membuatkan istrinya, secangkir kopi hangat di malam Natal. Beberapa titik air mata jatuh dari cekungan bola matanya.
“Tak apa, Kek!. Kita masih dapat menghabiskan sisa air sop tadi. Ke sinilah! Peluklah aku”.
“Hatimu, jauh lebih hangat dari secangkir kopi apa pun” lanjut si nenek.
Tiba-tiba, di halaman ada mobil masuk. Sorot lampunya menembus jendela, mengejutkan mereka.
“Kakek!, nenek!, kami datang!!!. Kami bawakan kalian kopi kesukaan kalian”
Malam itu, mereka merayakan malam NataL Ditemani dua orang cucunya yang tinggal di kota. Di tangan mereka tergenggam secangkir kopi hangat. Di dalam hati si kakek berdoa, “Tuhan, Engkau datangi kami dengan Keadilan-Mu”.
Semoga!
Salam dari Pakem Tegal, Yogya