Oleh: Nur Iskandar
Saya tidak habis pikir ada diktum yang menyebutkan syarat pahlawan nasional, bahwa dia tidak pernah dipenjara lebih dari 5 tahun, apa standarnya untuk merujuk seseorang itu pahlawan atau bukan? Tentu yang saya maksudkan adalah perjuangan kami semua mengusulkan kepada Presiden RI, agar Sultan Hamid II yang telah berjasa besar diperolehnya pengakuan kedaulatan dari Belanda–kedekatannya dengan Belanda justru dipergunakannya untuk berpihak kepada kemerdekaan Republik Indonesia–dia juga mewariskan lambang negara yang kaya makna, yakni Elang Rajawali Garuda Pancasila. Semua syarat terpenuhi,kecuali yang menjadi silang-sengketa adalah bahwa Hamid pernah dijebloskan ke penjara dengan tuduhan makar. Sesuatu yang sesungguhnya tidak terbukti. Lihat putusan MA pada tahun 1953, bahwa tuduhan makar itu tidak cukup bukti. Kemudian saksi kunci, yakni pelaku makar di lapangan, Westerling sampai akhir hayatnya tidak pernah diadili di Indonesia. Adalah aneh pat gulipat hukum untuk menjebloskan seseorang yang nasionalis-relijius.
Pada tulisan ini mari kita rujuk kisah Nabiallah Yusuf AS. Saya kutip dari Dakwatuna: Alkisah sbb…..
“Siapapun yang memiliki sebuah ideologi dan hendak mempertahankannya, umumnya ia akan mengalami perjuangan berat yang tidak semua orang dapat bertahan. Di sinilah akan berbeda antara emas dan loyang. Siapa yang benar-benar berjuang dan siapa yang hanya berpura-pura. Apalagi jika ideologi yang diusung tersebut adalah ideologi yang terinspirasi oleh pengamalan ajaran Islam. Bahkan Allah ta’ala dengan jelas menyebutkan bahwa siapa yang mengatakan dirinya beriman maka akan diuji (QS. Al-Ankabut: 2), bahkan akan diguncang dengan dahsyat (QS. Al-Baqarah: 214).
“Sejarah selalu berulang”, demikian ungkap Ibnu Khaldun, sosiolog muslim berabad-abad lampau. Berapa banyak tokoh-tokoh muslim yang dijebloskan penjara oleh rezim-rezim zalim. Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah salah satu korban keteguhan memegang sebuah prinsip, yakni prinsip menjauhi dosa besar zina yang telah di hadapan mata. “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku”, demikian ungkap Yusuf ‘alaihissalam ketika menolak sandiwara perzinaan dari seorang wanita (QS. Yusuf: 32-33).
Di sini sudah tidak berlaku logika pengadilan murni, yang ada hanyalah logika syahwat emosional seorang istri penguasa. Jika dipikir-pikir, tidak akan pernah ada bukti-bukti yang dapat menjebloskannya ke penjara. Bahkan ada saksi ahli dari keluarga penguasa yang menyatakan bahwa jika pakaian Yusuf ‘alaihissalam yang robek adalah bagian depan, maka Yusuf ‘alaihissalam salah. Namun jika bagian belakang yang robek, maka wanita itu yang salah. Faktanya ternyata yang robek adalah bagian belakang dari pakaian Yusuf ‘alaihissalam. Namun demikian, fakta itu tidak penting di tangan pemegang otoritas, sang penguasa tirani. Yusuf ‘alaihissalam tetap saja di penjara. Menurut Ikrimah, akhirnya Yusuf ‘alaihissalam dipenjara selama 7 tahun. Sedangkan al-Kalby menyebutkan, bahwa Yusuf ‘alaihissalam dipenjara selama 5 tahun. Demikian penjelasan mereka dalam tafsir al-Baghawy.
Tentu semua itu tidak luput dari skenario Allah ta’ala. Tidak ada kata dendam sedikit pun pada diri Yusuf ‘alaihissalam ketika itu memang telah diputuskan oleh penguasa. Yusuf ‘alaihissalam berusaha menikmati kehidupan barunya dengan penuh suka cita, karena telah terbebas dari fitnah yang sangat besar. Dalam penjara, Allah ta’ala menyempurnakan karakter Yusuf ‘alaihissalam dalam hal kedermawanan, amanah, kejujuran, perilaku baik, memperbanyak ibadah dan mengetahui ta’wil mimpi, untuk sebuah rencana besar di masa mendatang.
Singkat cerita, lalu Allah ta’ala membuka cerita yang sesungguhnya, setelah tujuh tahun di penjara tadi, dan berlakulah hukum Allah ta’ala yang juga akan berlaku sepanjang zaman, “Mereka membuat skenario (makar) dan Allah juga membuat skenario. Dan Allahlah sebaik-baik pembuat skenario” (QS. Ali ‘Imran: 54). Sejarah lalu berbalik membela dan meninggikan Yusuf ‘alaihissalam. Makar Allah ta’ala yang sangat tampak dalam hal ini adalah mengajarkan pada Yusuf tentang ta’wil mimpi, lalu memberikan sebuah mimpi pada raja yang tidak bisa dita’wilkan oleh siapapun kecuali Dzat Yang Memberi mimpi. Di sini sangat kentara antara mimpi raja dan kemampuan ta’wil mimpi Yusuf, yang keduanya sama-sama dari Allah ta’ala.
Dan kemudian Yusuf ‘alaihissalam menjadi menteri yang berkuasa, melalui intervensi dari Allah ta’ala. Menurut Ibnu Katsir, tujuh tahun pertama Yusuf ‘alaihissalam berkuasa, Mesir dalam kondisi subur dan hasil bumi melimpah ruah. Lalu tujuh tahun berikutnya terjadilah paceklik. Pada masa inilah saudara-saudara Yusuf datang untuk membeli makanan pokok di istana Yusuf.
Ar-razy menambahkan bahwa masa Nabi Ya’qub ‘alaihissalam tinggal bersama Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah 24 tahun. Setelah itu Nabi Yusuf ‘alaihissalam masih berkuasa lagi di Mesir selama 23 tahun berikutnya.
Jadi, dari pernyataan Ibnu Katsir dan Ar-Razy di atas, dapat diperkirakan, bahwa Nabi Yusuf ‘alaihissalam berkuasa di Mesir lebih dari 55 tahun, dengan asumsi kedatangan saudara-saudara Yusuf ‘alaihissalam adalah pada tahun pertama paceklik (8 tahun)+(24 tahun)+(23 tahun).
Nabi Yusuf ‘alaihissalam masuk penjara selama 7 tahun karena terzhalimi, lalu Allah ta’ala memuliakan yang bersangkutan berkuasa selama 55 tahun, yang berarti 7 kali lipatnya lebih. Demikianlah sunnatullah dalam perjuangan.”
Nah, kisah Nabi Yusuf di atas terulang juga kepada Sultan Hamid II Alkadrie. Dia ditahan selama 8 tahun dengan tuduhan yang tidak terbukti. Dia jalani dengan ikhlas. Lalu Allah menghadiahinya dengan wafat khusnul khatimah. Yakni menghembuskan napas terakhir dalam keadaan sujud ketika shalat magrib.
Kisah wafatnya Sultan Hamid yang indah seperti itu sudah cukup untuk kita mengetahui bagaimana Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan keadilan-Nya. Kemudian lihat pula bagaimana kisah akhir hayat para pecundangnya. Semoga Tuhan memberikan ampunan-Nya.
Yang ingin saya katakan di sini adalah soal standar 5 tahun dipenjara. Apakah itu jaminan seseorang pahlawan atau bukan? Jika merujuk kisah Nabiallah Yusuf AS di atas,jelas wahyu Tuhan mengatakan lain….
Sejarah adalah persitiwa berulang. Di depan mata kita terjadi pengulangan itu. Lalu apa sikap kita? Diam sajakah? Atau bangkit dan bersuara lantang, demi mengingatkan penguasa agar bertindaklah adil, agar cita-cita kemerdekaan, yakni mendapatkan berkah Allah Swt terwujud. * NB: Foto seminar nasional Fraksi Nasdem di DPR RI.Kiri ke kanan Direktur Museum Garuda Yogyakarta Nanang Hidayat. Sekretaris Fraksi Nasdem / anggota DPR RI Dapil Kalbar H Syarief Abdullah Alkadrie. Pakar hukum tata negara cum peneliti Sultan Hamid II Sang Perancang Lambang Negara Turiman Faturahman Nur. Pakar hukum pidana Prof Dr Andi Hamzah yang dalam seminar itu bersaksi, jika dia yang menjadi hakim kasus Sultan Hamid maka putusannya adalah BEBAS MURNI. **