“Ayok Kelepon”

3 Min Read

Oleh: Nur Iskandar

Tak disangka dan tak dinyana kelepon jadi trending topik nasional. “Ape can?” Rupehe–kata orang Melayu–ade yang cakap soal makanan tradisional Bangsa Indonesia ini ndak Islami. Acam mane pulak?

Klik tentang kelepon di internet. Keluar semua data soal cuitan pertama, lengkap dengan gambar-gambarnya. Sahut menyahut soal makanan nyaman dari tujuh turunan Bangsa Indonesia ini. Sampai hal-hal tak jelas sangkut pautnya pun melebar, beleter, molor dan melar bin luber. Energi bangsa suka terkuras dalam hal remeh temeh seperti ini. Dan hal-hal begini tak patut dan layak dijlentrehkan tokoh-tokoh ilmuan, pemimpin suatu kelompok terdidik. Bukankah sejak kecil kita diajar di sekolah, mulutmu harimaumu. Dalam hal menulis, kerap kita dididik, pikirkan terlebih dahulu baru disampaikan. Saya juga begitu. Terus berharap begitu. Ini kok menulis kelepon? Saya mau menghargai makanan ini secara halal dan didapat dengan cara yang halal. Sebab rumus Islam itu, yang saya ketahui, sesuatu yang halal bisa jadi haram, kalau cara mendapatkannya haram. Misalnya kelepon dimakan dengan cara tak bayar, tak beli, alias nyuri. Sebaliknya makanan haram bisa jadi halal jika situasi tak ada makanan lagi selain itu saja, dan yang bersangkutan terancam mati jika tidak memakannya. Jadi, memakannya karena darurat, saat itu saja. Demi mempertahankan hidup, yakni kepentingan yang lebih besar. Soal halal, haram, makruh, mubah, adalah urusan fikih. Dalam Islam fiqih itu laksana gunung banyaknya kitab pelajaran tentang itu.

Saya sejak kecil pemakan kelepon. Biasa jajak kelepon. Dari sejak kecil. Sejak SD. Jualan kelepon. Ikut pula membuat kelepon dari parutan umbi pokok ubi. Menapis dan mengukusnya. Membulat-bulatkan dan memasukkan gula merah di dalamnya. Memberikan warna alam yang kita suka. Apakah hijau atau dadu. Terserah. Sesuka mata memandangya.

Dulu, tahun 1980 harga kelepon sebiji–sebesar jempol kaki, Rp 25. Sekarang sudah 1.500 rupiah. Ada harganya loh. Meningkatkan perekonomian masyarakat. Banyak yang bisa sekolah gara-gara usaha kelepon. Jika haram, umat Islam Indonesia yang mayoritas tak mungkinlah memproduksi kelepon.

Kelepon ini filosofinya rrruar biasa. Bagaimana inti bisa masuk tanpa bocor? Kerap kali jadi guyonan, “Orang AS bingung bagaimana gula bisa masuk dalam kelepon.” Ini teknologi hebat leluhur Indonesia. Teknologi kerapatan karbohidrat ketika direbus dan dipanaskan melahirkan reaksi fisika dan kimia. Jika ilmu ini ditekuni–cerdas luar biasa Rakyat Indonesia dalam hal perubahan bentuk dan rasa serta aroma akibat permainan hukum fisika dan kimia. Juga fisika dan kimia kehidupan kemasyarakatan.
Banyak kisah nih tentang kelepon. *


Kontak

Jl. Purnama Agung 7 Komp. Pondok Agung Permata Y.37-38 Pontianak
E-mail: [email protected]
WA/TELP:
- Redaksi | 0812 5710 225
- Kerjasama dan Iklan | 0858 2002 9918
TAGGED:
Share This Article
Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.