OLeh: Ambaryani
Saat saya dikirimi gambar poster kegiatan Tanam Padi Milenial yang diinisiasi oleh Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan, oleh teman kuliah Dita Melina saya berp ikir sejenak. Tanam padi milenial?
Dalam benak saya terlintas, seperti apa bentuk tanam padinya? Atau anak-anak muda yang diajak tanam padi? Pertanyaan lain muncul bertubi-tubi. Saya penasaran. Apa yang akan dibuat pak bupati untuk mewujudkan salah satu program inovasinya yaitu beras lokal. Program inovasi yang sudah mendapat apresiasi oleh Kementerian Pertanian, seperti pemberitaan di beberapa media.
Rasa penasaran itu mendorong saya untuk hadir saat eksekusi kegiatan. Masyarakat Kakap khususnya, Kubu Raya umumnya tumpah di Parit Keladi Minggu 3 November 2019. Tua, muda, anak-anak, remaja, dewasa, masyarakat hingga pejabat tinggi Kubu Raya dan Kalbar menyatu dalam kegiatan ini. Bahkan saya sempat tidak ngeh saat beberapa pejabat melintas di depan mata dengan baju kaos, dan kaki sudah berlumpur setelah turun langsung menanam padi. Ah, saya seperti salah fokus tadi.
Beberapa meter dari pusat penanaman padi, ada anak-anak sedang mengikuti lomba mengambar, mewarnai capil atau tanggui. Topi pak tani made in bambu.
Ada juga stand pembagian kopi gratis di pinggiran kiri jalan masuk, tepi sawah. Kopi itu juga yang dibawa ke area sawah yang sudah dibuat tempat duduk dan meja terbuat dari batang kelapa. ‘kopi sawah’ begitu judul kornernya. Beberapa anak muda yang tergabung dalam gerakan tanam padi (Genpi) ini masih memenuhi panggung. Mereka nampak bangga jadi bagian kegiatan ini.
Saya merasa kegiatan ini jadi kejutan listrik bagi anak-anak muda yang sudah hampir terlena dengan dunia gadget dan tidak mengenal padang rumput, ladang, apatah lagi sawah berlumpur. Mereka sudah terlanjur nyaman menikmati nasi putih terhidang di meja.
Ingatan saya berbalik pada Kecamatan Kubu. Sepanjang menuju Kubu, sering saya lihat masyarakat royong tanam padi keliling. Bahkan beberapa teman kantor mengaku, pagi sekali sebelum kerja sudah turun ke ladang atau sawah membantu menebas lahan atau nugal untuk tanam padi.
Di Desa Persiapan Bemban Timur Gapoktan bersama petani juga menginisiasi program Gatam. Di Desa Teluk Nangka, Olak-Olak, Sungai Terus mereka juga masih aktif bertanam padi setahun 2 kali. Pengakuan aparat desa Olak-Olak petani kebingungan untuk memasarkan hasil panen mereka.
Petani yang sudah bergerak mandiri kemudian mendapat dukungan penuh dari pemerintah Kubu Raya ditambah melibatkan anak muda untuk menjaga tradisi tanam padi, pasti ke depannya masyarakat Kubu Raya tak perlu lagi menerima Bantuan Pangan Non Tunai yang masih harus mendatangkan beras impor dari Vietnam. Tentu nanti Bupati akan punya kebijakan sendiri untuk penerapan bantuan yang harus disalurkan. Saya yakin akan hal itu. Seoptimis Bupati Kubu Raya yang berharap ke depannya petani tak hanya tanam padi 2 kali, bahkan hingga 3 kali. Dan ini akan berdampak pada kemandirian pangan Kubu Raya yang bisa mensuport wilayah Kota Pontianak. (*)