Oleh: Bintang Fajar SB
Malam itu kutatap langit penuh dengan bintang, aku duduk santai di depan rumah sembari meminum segelas kopi hitam buatan ala fajar. Tiba-tiba dari arah jalan ada panggilan.
“Hei….Kamu lupa ka dengan rencana kita kemaren?” Temanku berteriak dari arah jalan.
“Rencana apa…..? Lupa aku, Mat,” sahutku dengan nada bertanya-tanya.
“Astaghfirullah….Katanya sehabis khataman mau bakar ayam, gimana sih kamu,”
“Hahahaha……Iya iya lupa aku,” tawaku pecah.
“Ya udah, ayo, tunggu apa lagi”.
“Aits….malam gini mau dapat ayam dari mana?” tanyaku.
“Ya…Kita nangkep aja,” jawabnya dengan santai.
“Di mana, ayam siapa yang mau ditangkap?” tanyaku lagi.
“Udah…Ayo ikut aku,” ajaknya .
Seketika itu aku pun beranjak dari kursiku dan masuk ke rumah untuk mengganti pakaian.
“Ok….Aku ganti baju dulu,” pintaku.
“Sip…..Ditunggu”.
Setelah mengganti baju,aku pun berangkat dengan temanku. Entah mau pergi kemana yang jelas kami mau nangkap ayam.
Setelah beberapa saat,aku pun sampai di rumah temanku.
“Ayo Jar kita nangkap ayam di belakang rumahku,” ajaknya.
“Ehh…Gila lu ya….belakang rumahmu kan parit, nanti kalau ayamnya jatuh ke sungai gimana?”
“Alah…Banyak omong kamu Jar, udah ikut aja,” jawabnya dengan nada geram.
“Iya lah, ” jawabku.
Sesampainya di lokasi.
“Sasstt …Diam, kamu nunggu di bawah dan aku yang manjat,” pintanya.
“Ehh.. Tunggu, tunggu.emangnya yang bakar kita berdua aja?” tanyaku.
“Enggak….Yang laen lagi nunggu di surau. Nanti kalau udah dapet ayamnya, kita langsung kabarin mereka”.
“Hemh….iyalah”.
Sekeetika itu aku pun menunggu di bawah sedangkan temanku memanjat pohon untuk menangkap ayam.Akan tetap, tiba-tiba.
“Pok pok petok…. Aaaaaaaa…. Byur, tolong Jar,” teriak temanku sambil meminta tolong.
“Hahahah…..dah aku bilang, jatoh kan, akhirnya,” tawaku.
Seketika itu aku pun menarik temanku dari dalam parit.
“Hupp…..hah. Ayamnya mana?” tanyaku sambil tertawa geli.
“Dah… Gak usah diurusin….. Ayo pulang,” ajaknya dengan nada penuh kesal.
“Udah…. Besok aja bakar ayamnya, kan bisa beli,” saranku.
“Ok… Kita patungan besok,”
Seketika itu kami pun pulang dengan tangan hampa. Menyisakan senyumku dan pakaian basah temanku. Tragis, Mat. (*)