Teraju.id, Transera – Wakil Walikota Pontianak, Ir H Edi Rusdi Kamtono, MM, MT di dalam forum konsultasi kota tanpa kekumuhan (kotaku), Jumat, 23/12/16 menegaskan pentingnya keseimbangan pembangunan fisik dan mental. Menurutnya, pembangunan fisik sudah banyak pakar yang bisa mendesain sesuai aspek teknis, namun dari sisi mental, ini yang kerap kali tertinggal.
Edi yang berkecimpung di Dinas Pekerjaan Umum sejak 24 tahun yang lalu menuturkan pengalamannya menata kawasan kumuh yang berkelanjutan. “Membangun fisik itu gampang. Namun kita harus memberikan perhatian penuh pula kepada sisi mental. Sebab jangan sampai terjadi, pembangunan yang indah hanya sampai tiga bulan, dan setelah itu air tidak mengalir, sampah kembali menumpuk serta menebar bau tidak sedap, dan kesejahteraan menjauh dari harapan. Kekumuhan bisa terulang kembali,” ungkapnya.
Sebagai orang nomor dua di Kota Pontianak yang memegang teguh semboyan kerja, disiplin dan amanah, arsitek jebolan UNS ini mengimbau kepada seluruh satuan kerja yang tergabung di dalam program Kotaku untuk memberikan daya dorong kepada penguatan mental tersebut. Bila perlu, bekerjasama dengan lembaga-lembaga sosial non pemerintah. Sebab mereka mempunyai keunggulan dalam mengaktivasi kearifan-kearifan lokal. Dengan demikian pembangunan fisik akan berkesesuaian dengan kondisi natural setempat. “Masyarakat di daerah kumuh akan merasa fasilitas fisik seperti jalan, jembatan, sarana air bersih, taman dan sebagainya sebagai sesuatu yang mesti dirawat dan dijaga sebagaimana milik sendiri. Untuk itu kita perlu tahu hubungan kekerabatan mereka di lokasi kumuh tersebut, hak-hak waris, budaya dan adat istiadatnya.”
Di daerah kumuh, lanjut Edi, kebanyakan mereka menetap di lahan yang tidak legal. Sebagai contoh Gang Semut. Dahulu di daerah itu warga yang menumpang sedikit, namun saat ini menumpuk. Kondisi menjadi kumuh karena tingkat pendidikan rata-rata penduduknya rendah–hanya tamat SD atau SMP–sehingga tak mampu mendapatkan pekerjaan yang layak, ditambah lagi tanpa keluarga berencana.
Tak urung mereka mempunyai banyak anak atau cucu. Kondisi rumah yang sempit menjadi tidak sehat. Dan ini menjadi cikal bakal kekumuhan.
Kota Pontianak saat ini menyisakan 66 hektar lahan kumuh atau 3 persen dari total wilayah. Kota Pontianak juga termasuk 40 kota yang mendapatkan atensi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sehingga dengan program Kotaku diharapkan pada tahun 2019 sudah nol persen kantong-kantong kekumuhan.
Rapat konsultasi tahap kedua ini diikuti satuan kerja Pemkot membahas dokumen pembangunan untuk diterapkan di kantong kekumuhan Kota Pontianak. Salah satu prioritas utama di tahun 2017 adalah Parit Nanas, Pontianak Utara. (nuris)