Kabar Buruk dari Kampung

3 Min Read

Umak baru pulang dari kampung kami, Riam Panjang, Kapuas Hulu. Beliau ada di sana sejak hampir satu bulan lalu, sejak September.

Banyak kabar dari kampung beliau ceritakan. Cerita yang kami tunggu untuk mengobati kerinduan kami tentang tanah kelahiran yang ditinggalkan sejak puluhan tahun lalu.

Ya, Umak cerita tentang nenek, tentang adik dan keluarga, tentang orang kampung, tentang kebun getah dan durian, tentang jalan dan sungai, dll..

Banyak hal yang diceritakan, ada yang lucu ada yang menyedihkan, ada yang baik ada yang buruk.

Salah satu kabar buruk dari kampung yang diceritakan adalah soal musim sulit yang warga hadapi.

“Podih idup urang kinih tuk,” begitu kata beliau. Maksudnya, pedih hidup orang kampung sekarang ini.

Kehidupan warga pedih kata Umak karena mereka tidak bisa menanam padi dengan baik. Pada sebagian ladang warga padi tumbuh merana, tidak subur dan harus bersaing dengan rumput yang luar biasa. Sebagian lagi malah tidak bisa ditanami padi.

Semua ini terjadi karena warga tidak sempat membakar ladangnya. Atau, ada yang mencoba membakar tetapi terlambat dari momentum musim “roba’ rangkai” atau ranting kering atau musim kemarau.

Terlambat membakar menyebabkan daun, ranting, dahan dan pokok kayu tidak  hangus dan menyuburkan tanaman. Ini juga yang menyebabkan sebagian buah rumput tidak hangus dan mati.

Apa yang terjadi pada warga bukan karena mereka salah menghitung waktu tanam, tetapi keadaan ini karena sikap pemerintah. Setidak begitu kesimpulan warga yang saya amini.

Bulan Juli-Agustus seharusnya musim tunu (bakar lahan) dilewatkan warga karena warga dilarang membakar lahan. Pemerintah menurunkan tim ke lapangan melarang pembakaran untuk menghindari asap. Polisi diperintahkan menangkap warga yang membakar.

Takut ditangkap itulah yang menyebabkan warga merana sekarang ini. Padi sulit tumbuh, rumput raya merenda.
Lebih merana lagi karena harga karet masih rendah, sekitar Rp 5000an per kilo. Mereka tidak bisa membeli pupuk dan sebenarnya tidak biasa memupuk padi di lahan kering. Mereka tidak bisa menyemprot rumput karena racun rumput mahal untuk ukuran sebuah ladang.

Apa sikap pemerintah? Apa kompensasi larangan? Apa bantuan yang diberikan untuk masyarakat yang sedang sulit seperti ini?

Tidak Ada. Belum ada bantuan pupuk dan tak ada bantuan racun rumput. Belum pula ada cerita latihan alih teknologi pengolahan lahan.

Jadi kalau masyarakat merana, nampaknya… meranalah sendiri. Kalau mau sulit, sulitlah sendiri. Mungkin kalau mau marah, marahlah sendiri pula.

Itulah kabar buruk dari kampung yang semoga menggugah pihak yang sudah menimbulkan penderitaan warga. (*)


Kontak

Jl. Purnama Agung 7 Komp. Pondok Agung Permata Y.37-38 Pontianak
E-mail: [email protected]
WA/TELP:
- Redaksi | 0812 5710 225
- Kerjasama dan Iklan | 0858 2002 9918
Share This Article
Follow:
Redaktur pada media online teraju.id dan dosen IAIN Pontianak. Direktur Rumah Literasi FUAD IAIN Pontianak. Lulusan Program Doktoral ATMA Universiti Kebangsaan Malaysia, pada bidang etnolinguistik.