Oleh: Leo Sutrisno
Menteri Nadiem, 11-10-2020, di depan para peserta Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia mengumumkan bahwa mulai 2021 Ujian Nasional (UN) di semua jenjang sekolah diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survai Karakter (AKM-SK).
Perbedaan utama dari UN dan AMKM-SK adalah sasarannya. Sasaran UN adalah aspek kognitif dari capaian hasil belajar semua mata pelajaran di setiap jenjang sekolah. Sedangkan sasaran AKM-SK adalah kompetensi minimum dari kompetensi dasar yang diperlukan oleh setiap siswa untuk mempelajari sesuatu.
Waktu pelaksanaan juga berbeda. UN dilaksanakan di setiap akhir jenjang sekolah. UN SD dilaksanakan di kelas 6. UN SMP di kelas 9. UN SLTA di kelas 12. Sedangkan AKM-SK dilaksanakan di tengah setiap jenjang sekolah, yaitu: di kelas 4 SD, di kelas 8 SLTP, dan di kelas 11 SLTA.
Menurut Menteri Nadiem, Kompetensi Minimum dari kompetensi dasar adalah “kompetensi yang benar-benar minimum dari kompetensi dasar yang diperlukan semua siswa agar dapat mempelajari apa pun materinya (apa pun mata pelajarannya)”.
Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) terdiri atas ‘literasi’ dan ‘numerasi’. ‘Literasi’ itu bukan mata pelajaran ‘bahasa’. ‘Literasi’ juga bukan sekadar kemampuan membaca, tapi meliputi kemampuan menganalisis, kemampuan untuk mengerti dan memahami konsep-konsep yang ada di suatu bacaan yang sedang dipelajari.
Demikian juga ‘numerasi’ bukan mata pelajaran matematika. ‘Numerasi’ adalah kemampuan menganalisis sesuatu dengan menggunakan algoritma aritmatika sehingga ditemukan pola-pola tertentu dari suatu masalah yang sedang dihadapi..
Selain AKM juga dilakukan ‘Survai Karakter’ (SK) dan ‘Survai Lingkungan Belajar’(SLB). SK dirancang untuk memotret kemampuan sosial-emosional siswa. SLB digunakan untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran.
Hingga draft ini diselesaikan rincian resmi dari ‘literasi’, ‘numerasi’, Survai Karakter dan Survai Lingkungan Belajar belum dibuka untuk umum.
Namun, untuk memperluas wawasan kiranya dapat disajikan lebih dahulu apa yang dilakukakan Programme for International Student Assessment (PISA) dari negara-negara yang tergabung dalam OECD dan mitra (73 negara termasuk Indonesia).
Secara periodik tiga tahunan, sejak 2000, Sekretaris Jenderal OECD, melalui kegiatan PISA, melakukan survai tentang kemampuan membaca, matematika dan ilmu pengetahuan alam, para siswa SMP, usia sekitar 15 tahun. Edisi terkini, Desember 2019, menyajikan hasil survai yang dilaksanakan tahun 2018.
Indonesia mengikuti kegiatan ini sejak PISA-2009. Pada PISA-2018 (terkini), Indonesia menyertakan 5000 siswa SMP (berusia sekitar 15 tahun) untuk berpartisipasi. Mereka mengerjakan tes dalam bentuk digital selama 120 menit.
Ada tiga hal yang diamati melalui kegiatan PISA ini. Yaitu: ‘what students know and can do’ (AKM), ‘where all students can succeed’ (SK) dan ‘what school life means for students’lives (SLB).
‘What students know and can do’ dijaring lewat kemampuan literasi dan numerasinya. ‘Literasi’ didefinisikan sebagai kemampuan: memahami (understanding); menggunakan (using); mengenvaluasi (evaluating); merefleksikan pada (reflekting on); dan menghudupi (engaging) suatu teks untuk mencapai suatu tujuan atau untuk mengkostruksi pengetahuan dan pontensi dirinya, serta untuk berpartisi pada masyarakat sekitar .
Literasi siswa distratifikasi dari Level-1 (paling rendah) hingga Level-6 (paling tinggi). Di bidang membaca, pada level-1 (minimal) siswa dapat mengidentifikasi gagasan utama dari suatu bacaan yang agak panjang, menemukan informasi yang secara eksplisit disajikan, serta dapat menunjukkan tujuan yang secara eksplisit dituliskan dalam suatu bacaan. Sekitar 77% siswa Indonesia, berada pada level-1. Sebaliknya, tidak ada satu pun siswa Indonesia berada pada Level-6. Pada level-6, siswa mampu memahami isi suatu bacaan yang panjang, dapat memahami konsep-konsep yang abstrak, serta dapat membedakan antara fakta dan pendapat yang disajikan secara tersirat dalam suatu bacaan.
Di bidang matematika, level-1 merujuk pada kemampuan menunjukkan, tanpa petujuk langsung, bentuk rumus matematika dari suatu keadaan. Sekitar 50% siswa Indonesia berada pada level ini. Hanya, sekitar 0.02% siswa indonesia berada pada Level-6. Di bidang IPA, sekitar 78% siswa berada pada Level-2. Pada level ini siswa dapat menangkap penjelasan yang diberikan secara eksplisit tentang suatu fenomena IPA. Tidak ada siswa Indonesia yang berada pada Level-6.
‘Where all students can succeed’ dijaring lewat survai karakter. Survai karater dalam PISA digunakan untuk mencari tahu kondisi kesetaraan yang berkaitan dengan tingkat sosial-ekonominya, jender dan latar belakang budaya.
Sedangkan ‘what school life means for students’ lives’ dijaring lewat Survai Lingkungan Belajar. Survai Lingkungan Belajar dalam PISA menjaring tentang: suasana sekolah, sikap dan prilaku guru, tindak a-sosial siswa, well-being siswa serta keterlibatan orang tua siswa pada kegiatan sekolah.
Inilah gambaran singkat tentang AM, SK dan SLB dari program PISA-OECD. Semoga gambaran ini tidak terlalu jauh dari AKM-SK yang akan dilakukan di dunia pendidikan di Indonesia.
Jika kita mengarah ke sana maka berarti pendidikan Indonesia sungguh akan mengantarkan orang-orang muda Indonesia ke dalam masyarakat global. Semoga!
Pakem Tegal, DIY, 14-10-2020