Teraju.Id, Purnama Valley – Bermula dari sebuah foto yang diunggah ke media sosial atas sebuah danau buatan di pusat kota, respon publik bermunculan. Khususnya para pujangga dan sastrawan serta pegiat literasi Bumi khaTULIStiwa. Respon itu meliputi kenangan indah era 60-an, 70-an, 80-an, hingga danau tersebut relatif hilang dalam ingatan. Kemudian dia mencuat ketika terpapar indah dalam pandangan karena sudah mulai dibuka untuk umum dan terpajang cantik di media sosial.
“Saya dahulu mandi di situ. Alangkah indahnya kalau kita kumpul dan baca puisi di sana,” ungkap pegiat sastra, Adri Aliayub. Hal itu disambut Salehudin yang berdomisili di luar Kota Pontianak. “Kalau saya mudik ke kota, pasti saya ikut baca puisinya,” imbuhnya.
Nah, berangkat dari dialog sastra, khususnya puisi tersebut dibentuklah forum WA (WhatsApp) dengan nama Cerite Masa Lalu Ponti. Tema yang dibahas dalam media sosial terbatas ini perihal sastra dan literasi. “Sebaiknya kita kumpul sehari sebelum tahun baru Islam,” ujar Adri. Hal ini disetujui sejumlah pegiat sastra dan literasi Kota Pontianak. Adapun yang berhalangan hadir tetap bisa cuap-cuap lewat teks WA.
Pertemuan pun berlangsung di Purnama Valley, Sabtu (1/10/16) diikuti Pay Jarot Sujarwo, Pradono dan Hendi, serta Nur Iskandar. Cerita dibuka dengan paparan tergerusnya budaya Islam seperti khatamul quran. Tempo doeloe khatamul quran harus dicapai sebelum seorang anak remaja muslim dikhitan. “Masalah itu hanya akibat saja. Fundamen atau fondasi, atau masalah paling dasarnya adalah redupnya pemikiran akibat sejarah kita dikaburkan. Bahkan ada upaya dihilangkan,” ungkap penulis buku Sepok, Pay Jarot Sujarwo.
Pria yang bergelut dengan Pijar Publishing serta semakin tekun mempelajari Islam ini berkisah tentang Kerajaan Campa sebagai peninggalan Khalifah Usman Bin Affan. Ia bercerita tentang hegemoni Islam sepanjang 1300 tahun sebagai terbesar dalam peradaban umat manusia setelah Persia dan Roma.
“Di sini kita pelajari hegemoni setiap peradaban selalu berupaya menghapuskan sejarah agar manusia dapat dikuasai pemikirannya dari generasi ke generasi. Mereka melakukan pembodohan,” ujarnya seraya menegaskan bahwa akar masalah bukan pertikaian agama, apalagi etnis, melainkan pembodohan dan penghapusan sejarah.
Hal senada diakui pegiat puisi, Pradono. “Kesadaran literasi dan sastra, apakah kaidahnya keislaman atau lain-lainnya (kearifan lokal, red) harus sinergis dan simultan. Tanpa gerakan kebersamaan tak akan sejarah bisa dihidupkan secara objektif dan mutawatir,” tegasnya.
Dialog sastra dan literasi sebagai peringatan 1 Muharram 1438 H ini dimulai pukul 19.15 dan berakhir pukul 21.15. Kesimpulan diskusi grup sastra dan literasi Kota Pontianak ini ada tiga.
Pertama, sebuah kebangkitan dimulai dengan pemikiran, sehingga pemikiran ini mesti terus dikomunikasikan–minimal lewat media (didukung kemajuan teknologi).
Kedua, sejarah menjadi modal sosial untuk dirawat dan dihidupkan karena dengan sejarah setiap orang bisa menatap masa depan dengan gemilang.
Ketiga, akan ada pertemuan-pertemuan lanjutan yang membahas gerakan visioner serta praksis.
Di dalam forum WA ini terdapat sejumlah nama yang tak asing di dunia sastra dan literasi antara lain Khairul Fuad, Yusriadi, Ahmad Sofian, Fakhrul, Adri Aliayub dan Salehudin.
Keanggotaan ini dapat tumbuh dan berkembang karena antara satu anggota dengan anggota lain bisa saling menambahkan nama. Forum ini bersifat inklusif atau egaliter. Siapa saja bisa daftar di nomor WA 08125710225 sebagai admin. (Nuris)