Oleh: Ambaryani
Ujung minggu, jadwal pulang Pontianak. Kali ini, tak seperti biasanya. Saya dan 4 teman saya pulang kemalaman. Adzan magrib berkumandang masih di Jangkang 1.
Sampai di penyebrangan Jangkang sudah 18.30. Motor sudah banyak antri.
Puanjang, belasan motor yang berbaris. Klotok belum ada. Masih di ujung dermaga Sungai Bulan.
Begitu klotok sampai, motor satu persatu dinaikkan. Saya dan teman-teman H2C. Harap-harap cemas. Posisi kami paling ujung. Di depan kami ada 2 motor yang bawa keranjang muatan barang.
Kemungkinanbesar kami tak dapat tempat, dan menunggu giliran berikutnya.
Benar saja, 3 motor yang tak bisa diangkut. Termasuklah kami. Pasrah, tak bisa berbuat apa-apa. Sabar menunggu 30 menit lagi, malah lebih. Kata Kakak yang membuka warung di ujung dermaga, kalau malam begini klotok berjalan lamban dan hanya 1 klotok yang jalan. Hati-hati. Dan tarif sekali jalan jadi 2 kali lipat. Rp.10 ribu untuk 1 motor.
“Malam ni Kak, tak bise dimuat penuh-penuh, lagian klotok e pelan jak jalan e”, kata Kakak itu.
Begitu naik klotok, Sungai Bulan nampak remang-remang. Ada bulan separuh malam ini. Cahayanya tak terlalu terang. Ada juga bintang-bintang, tapi tak begitu banyak.
Sungguh, pulang ke Pontianak dalam kondisi gelap, malam hari bukan pilihan yang tepat. Tapi kadang, demi banyak hal ini terpaksa dijalani. Pekerjaan harus dituntaskan terlebih dahulu, sebelum melanjutkan tugas di Pontianak pagi harinya. Alhasil, harus menerobos gelap hingga ke Pontianak.
Untung saja, jalan Sungai Bulan-Rasau Jaya masih cukup ramai kendaraan lalu-lalang hingga pukul 21.00. Jika tidak, tentu saja akan berpikir sekian kali untuk pulang Pontianak malam hari. (*)