Oleh: Gheby Maulia Hastari
Gerakan terorisme dan radikalisme yang berkedok agama semakin menjadi-jadi. Doktrin-doktrin menggunakan kekerasan dan membunuh sebagai jihad perlu diwaspadai. Hal itu berpotensi menjangkiti masyarakat, terutama generasi muda yang sangat rentan menjadi korban. Munculnya kelompok ini diakibatkan rendahnya pemahaman nilai-nilai agama, juga disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan, tekanan ekonomi, serta hilangnya rasa kemanusiaan. Alhasil ketika mereka menemukan pemaham baru dengan melakukan tindakan teror untuk maksud dan tujuan tertentu, mereka dengan mudahnya mengikuti gerakan yang salah itu. Terlebih lagi atas nama jihad.
Istilah teroris mulai populer di Prancis pada abad 18. Arti teror dalam bahasa Arab atau bahasa Indonesia hampir sama, yakni kekacauan dan upaya menciptakan ketakutan yang dilakukan seseorang atau golongan tertentu.
Remaja atau kaum muda merupakan generasi yang diincar untuk dijadikan kader kelompok teroris. Selain usia remaja berjiwa muda, penuh semangat, dan mudah dibina, para anak muda juga mudah dipengaruhi paham atau ideologi baru, termasuk doktrin tertentu. Maka untuk menghindari pengaruh paham sesat terorisme, siswa dan anak muda harus dibentengi dengan berbagai kegiatan positif.
Sebuah komunitas anak muda yang berbasis keagamaan yang bernama Riil Hijrah menjadi tempat untuk memberi benteng rohani pada anak-anak muda di Pontianak. Berry Al Makky atau akrab dipanggil Bang Berry merupakan founder dan youth innovator dari komunitas positif ini. Riil Hijrah merupakan komunitas yang saat ini tengah digandrungi anak muda. Sekali menggelar kajian tiap rutin saja mampu mengumpulkan kurang lebih 250-an anak muda Pontianak. Riil Hijrah selalu melaksanakan kajian setiap Jumat di Masjid Al-Muhajirin yang beralamat di Jalan Ayani 2 Komp. Pondok Indah Lestari. Riil Hijrah tidak hanya menggelar kajian rutin hari Jumat tiap pekan.
Komunitas ini juga banyak mengadakan kegiatan-kegiatan lainnya, sebut saja Riil Baper (Belajar Perbaikan Huruf), Riil Frinite (Kajian Rutin Jumat Malam), Riil Suke-suke (Melakukan Hobi), Riil Itikaf, Riil Cinema dan kegiatan-kegiatan lainnya yang masih berbasis kegiatan-kegiatan kaum muda.
Pertama kali saya mengetahui organisasi ini bermula dari ajakan seorang sahabat untuk datang ke kajian rutin. Kajian saat itu dilaksanakan di Masjid Istiqomah yang berlokasi di Jalan Gusti Sulung Lelanang, Jumat 20 Februari 2018. Saat itu sedang heboh-hebohnya film Dilan dan banyak yang terjangkit virus Dilanisme. Dengan kekreativitasan para pengurus komunitas dan dengan bantuan Bang Berry maka saat itu kajian yang pertama kali saya datangi berjudul “Fulan 2018, Jangan rindu, berat. Biar kita ngaji aja”. Sebuah tema yang sangat kreatif di tengah kehebohan Film Dilan saat itu. Kajian yang diselenggarakan setelah Sholat Isya berjamaah itu pun dihadiri para anak muda Pontianak dan sekitarnya. Menakjubkan lagi ada yang datang dari Kecamatan Wajok hanya untuk mengikuti kegiatan ini. Luar biasa.
Selain menjadi tempat ibadah, dengan adanya komunitas ini Masjid kembali berfungsi sebagai tempat menimba ilmu dan komunitas ini turut serta memakmurkan masjid. “Biasanya yang mudah disusupi paham dan doktrin teroris adalah orang yang taat dan patuh, tapi buta ilmu dan rendah pemahaman agama, sehingga merasa paling benar. Makanya dengan komunitas ini mengajak serta memberikan bekal kepada anak muda dan mengawasi gerak-gerik anak muda Kota Pontianak agar tidak disusupi paham yang salah,” ujar Bang Berry.
Pradhita Selfira (22 tahun) seorang mahasiswi Politeknik Negeri Pontianak yang merupakan komunitas anggota ini berpendapat bahwa ini merupakan komunitas yang bermanfaat. “Komunitas ini bikin kita ingat sama Allah. Tak hanya dapat ilmu, namun juga mendapatkan teman yang masih sama-sama menimba ilmu agama. Cara penyampaiannya juga sangat enak, menarik dan tidak membosankan sehingga kita asik dengerinnya. Tidak seperti menggurui, tapi lebih ke sharing aja gitu,” ujarnya.
Kajian yang menarik perhatian anak muda ini semakin serius dalam melebarkan sayapnya. Tak tanggung-tanggung mereka juga pernah mengundang Ustad ternama di kalangan anak muda. Sebut saja Ustad Hanan Attaki, Muhammad Alvin Faiz dan Ustad kondang sebagai daya tarik untuk mengundang para kaum muda mulai mengikuti komunitas Riil Hijrah ini, serta menarik perhatian kaum muda Pontianak untuk mengikuti kajian-kajian bermanfaat agar terhindar dari terorisme dan radikalisme.
Selama ini Kalimantan Barat bukanlah daerah yang bersahabat untuk gerakan terorisme dan radikalisme, sebut saja kejadian bom molotov di Vihara Budi Dharma Singkawang, penangkapan Nurul Hadi di Bandar Udara Supadio, penangkapan Anggri yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), seorang teroris dari Solo di Desa Boloyang, Melawi. Tak hanya itu rekam jejak radikalisme dan konflik antar etnis juga tercatat dengan jelas.
Jejak terbesar dalam rekam sejarah Kalimantan Barat tentu tidak bisa dilepaskan dari peristiwa tahun 1996 sampai tahun 1997 di Sanggauledo, Sambas. Aksi anti-Madura ini berawal dari sebuah perkelahian antarpemuda kedua suku pada sebuah pertunjukan dangdut di Ledo, 20 kilometer dari Sanggauledo. Sekelompok pemuda Madura menggoda pemudi-pemudi. Bakrie, anak pasangan Dayak dan Madura, tersinggung dan mencelurit Yokundus dan Takim, pemuda Dayak, sehingga masuk rumah sakit.
Tahun 1999 juga menorehkan rekam jejak yang tidak kalah miris, pertikaian antara Madura, Melayu, yang kemudian juga melibatkan Dayak, pecah di Sambas. Sebanyak 265 orang telah tewas (252 Madura, 12 Melayu, seorang Dayak), 38 luka berat dan sembilan luka ringan. Lebih dari 2.330 rumah hangus terbakar dan 164 dirusak massa, empat mobil dibakar dan enam dirusak, sembilan sepeda motor dibakar dan satu dirusak.
Beberapa rekam jejak persitiwa yang sudah pernah terjadi, merupakan satu contoh yang bisa menjadi potensi terorisme, terlebih lagi terorisme berakar dari radikalisme. Berangkat dari konflik-konflik tersebut ada bibit ketidakpuasan, kemiskinan, ketidakadilan hukum, bahkan diskriminasi dan masih kurangnya rasa toleransi terhadap sesama.
Dibentuknya komunitas ini bertujuan untuk dakwah, mengajak pemuda mencintai Al-Quran, memberikan pemahaman kepada pemuda mengenai cinta yang sebenarnya, ajang silaturrahmi antara pemuda-pemuda di sekitaran Pontianak serta sebagai wadah untuk anak muda-anak muda untuk menyalurkan bakat dan kreativitas mereka. Di antara para anggota komunits Riil Hijrah, banyak yang hafal Al-Qur’an, positif dalam bersikap, dan tinggi jiwa sosialnya. Hal ini bisa dilihat bahwa para anggota komunitas Riil Hijrah memberikan pedoman yang baik untuk kehidupan anak muda.
Setiap pekannya, infaq yang diterima setiap menggelar kajian bisa mencapai 1 juta hingga 2 juta rupiah. Bisa terbayang berapa banyaknya anak muda yang datang untuk mengikuti kajian setiap pekannya.
“Komunitas Riil Hijrah ini mampu mengembalikan fungsi masjid sebenarnya, dengan cara menggelar kajian maupun kegiatan para pemuda ini turut serta memakmurkan masjid. Jadi masjid tidak hanya digunakan untuk beribadah kepada Allah saja, tetapi berfungsi sebagai madrasah bagi mereka, tidak ada tawuran, apalagi paham terorisme,” kata Ahmad, marbot Masjid Al-Muhajirin.
Pernyataan ini didukung oleh Robby Saputra seorang anggota komunitas Riil Hijrah dan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Pontianak. Ia mengatakan di komunitas ini diajarkan untuk mencintai apapun dengan cara Islam. Menggunakan hati. Tidak sekalipun Islam mengajarkan terorisme sebagai bentuk cinta yang katanya digadang-gadang sebagai jihad tersebut.
“Kajian ini mengajarkan saya untuk mencintai sesama bukan untuk saling membenci,” kata Robby.
Selain melalui komunitas, perkumpulan positif anak muda-anak muda diwadahi oleh organisasi di tempat mereka menimba ilmu. Sebut saja Rohis untuk organisasi di bangku SMA dan FKMI (Forum Keluarga Mahasiswa Islam) yang pasti ada di setiap Fakultas di Universitas Tanjungpura. Sebut saja FKMI Nuruddin yang bermarkas di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura yang aktif dalam kegiatan kemahasiswaan.
Belakangan ini banyak sekali isu-isu yang menyebutkan bahwa Lembaga Dakwah Kampus merupakan perkumpulan yang mudah disusupi pemahaman baru terorisme dan radikalisme. Hal ini membuat gerah para mahasiswa-mahasiswi yang ikut dalam organisasi tersebut. Mereka mengatakan bahwa Forum Keagamaan di Kampus mempelajari hal-hal yang jauh berbanding terbalik dengan terorisme dan radikalisme. Dengan mengikuti organisasi-organisasi tersebut banyak manfaat yang mereka dapatkan, baik dari bidang keagamaan maupun interaksi sesama.
Pernyataan itu dibenarkan oleh Naurah Atqiya (20 tahun) seorang pengurus di FKMI Nuruddin. Baginya dengan mengikuti komunitas keislamaan ilmu yang didapatkan semakin luas. Hablum Minnallah Wa Hablum Minnanas juga terasa ketika mengikuti di sini. Hubungan dengan Allah baik dan hubungan dengan sesama makhluknya juga terbangun baik.
“Saat aku masuk organisasi ini, banyak hal yang membuatku takjub. Apalagi orang-orang di dalamnya pada baik-baik. Jadi kita saling ngingetin, saling mengajak, saling memperbaiki. Apalagi orang-orang ds ini lebih mementingkan orang lain daripada diri sendiri. Aku aja terharu. Jika banyak isu mengenai paham radikalisme dan terorisme bermula dari organisasi ini, itu benar-benar cara berpikir yang salah,” ujarnya semangatseraya senyum.
Rill Hijrah, ril jihad. Jihad yang benar dan dapat dirasakan sejuk, teduh, penuh harmonisasi. Cahaya cerah yang dirasakan ril oleh kawula muda Pontianak dan sekitarnya. Berbanding terbalik dengan citra jihad yang dikononotasikan jahad, membunuh, meledakkan bom dan karib dengan aksi terorisme.
Damai selalu Pontianak-Bumi Khatulistiwa. *