Oleh: Nur Iskandar
Hari ini, Kamis, 13 September 2018 bertepatan dengan 3 Muharram 1440 Hijriyah saya membaca berita duka bahwa H Ali As, SH telah menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Karitas Bhakti kawasan Gajahmada Pontianak. Innalillahi wainnaa ilaihi rojiun. Teriring doa agar tokoh masyarakat Kalbar nan istimewa ini khusnul khotimah. Amiin.
Saya segera mengontak putra beliau, Asmarullah. “Apa benar kabar duka yang saya dengar Bang?”
“Benar Nur. Bapak telah pergi meninggalkan kita semua,” ungkapnya dengan nada suara bergetar menahan duka. H Ali As selain mantan Bupati Kapuas Hulu, juga legislator andal di DPRD Kalbar pada masanya. Beliau getol dengan dunia pendidikan, dakwah sekaligus pakar hukum adat yang pernah dimiliki Kalimantan Barat.
Berikut ini catatan saya tentang beliau yang dimuat dalam buku Tokoh Pendidikan Kalbar tahun 2017. Judulnya “H Ali As: Mendidik dengan Keteladanan, Pernah Terima Gaji 15 Poundsterling”
***
Dahulu dia kerap kali naik mimbar untuk khutbah Jumat di Masjid Raya Mujahidin. Kini dia hanya duduk di kursi dalam barisan shaf shalat Jumat karena usia semakin senja.
Dahulu, ketika naik ke atas mimbar dan memberikan khutbah Jumat, suaranya serak-serak parau terdengar penuh kharisma. Ia guru yang tidak menggurui, namun materi yang diwacanakannya atau diwejangkannya mudah dicerna oleh siapa saja. Ia adalah guru yang luas wawasan maupun pengalamannya.
Nama Ali As memang tidak asing bagi warga Kalimantan Barat. Ia adalah sosok yang super-lengkap kiprahnya dalam sosio-politik dan kultural. Pada dirinya ada karakter guru yang sangat kuat, walaupun dia juga adalah top eksekutif papan atas di zamannya, yakni dengan menjadi Bupati Kepala Daerah Kapuas Hulu. Ia juga aktif di berbagai lembaga adat, budaya dan agama.
Disebut lengkap karena di luar pendidikan dan pengajaran yang bernaung di bawah panji Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (PDK), Ali As juga aktif di organisasi politik dan keagamaan. Ia pernah menjadi Wakil Ketua DPRD Kalbar dan pernah juga menjadi anggota Panwaslu Kalbar awal reformasi (1999). Di bidang dakwah, jangan ditanya lagi, beliau aktif ceramah maupun khutbah.
Ali As mempunyai nama lengkap Muhammad Ali Abdullahsani, SH. Ia lahir di Putussibau, Kabupaten Kapuas Hulu pada 24 Oktober 1928. Hanya empat hari seusai kelahirannya itulah Soempah Pemoeda yang amat sangat monumental bagi terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dicetuskan.
Pendidikan dasar dilalui Ali As di Sekolah Rakyat di Putussibau, dan SLTP (CVO) di Pontianak. CVO ini sudah mengarah kepada pendidikan atau jurusan guru. Maka pada tingkat SMA, Ali As meneruskan jurusan guru itu ke SGA di Kota Pontianak. Masing-masing tingkat pendidikan diselesaikannya pada tahun 1943 untuk SR, 1947 untuk CVO dan 1960 untuk SGA. Pada saat Ali As menyelesaikan studi SGA, bertindak sebagai kepala sekolah adalah Tan Seng Tjoa.
Ali As meneruskan studi pendidikan kesarjanaannya di Fakultas Hukum dan tamat pada tahun 1968. Pada saat Ali As wisuda, rektor yang memimpin Untan adalah Muhammad Isja, SH.
Riwayat pekerjaan Ali As dimulai dengan guru pembantu terhitung sejak tanggal 1 September 1947. Saat itu gaji pokoknya adalah sebesar 15 Poundsterling. Mata uang yang berlaku pada 1947 memang Poundsterling karena Kalbar di era awal kemerdekaan masih berbentuk Daerah Istimewa / kerajaan.
Ketika menjadi Kepala Sekolah (SD) sejak 1 Agustus 1958 gaji pokoknya sudah meningkat menjadi Rp 396. Dan selanjutnya karir terus meningkat sebagai Guru Putera di tanggal 1 September 1961 dengan gaji pokok 1.152. Penggunaan mata uang rupiah seiring dengan dihapuskannya Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) sehingga sama dengan provinsi-provinsi lain pada umumnya di Indonesia.
Ali As juga pernah berkhidmat selaku Penata Tata Usaha Inspektur Daerah Kebudayaan Kalbar sejak tanggal 1 Nopember 1962. Kemudian kembali mengajar sebagai Guru Dewasa Tingkat 1 per 1 Agustus 1966. Gaji pokoknya tertera Rp 1.800.
Pada 1 Januari 1968, Ali As mengemban amanah sebagai Pengatur Tingkat 1 dan kemudian Inspektur Kesenian sejak 1 April 1968. Gaji pokoknya Rp 3.520.
Kabid Pendidikan Kesenian dipegang Ali As pada 1 Desember 1973 untuk kemudian menjadi Anggota DPRD Tingkat 1 Kalimantan Barat. Dari sini Ali As menekuni dunia politik hingga menempati posisi Wakil Ketua DPRD Kalbar.
Sejak 26 April 1975, Ali As menjadi Kepala Daerah Kabupaten Kapuas Hulu hingga tahun 1981. Pada 1 Oktober 1981 setelah menjabat Bupati Kapuas Hulu, Ali As menjabat Pj Kabid PDK Kanwil PDK Kalbar. Jabatan ini disandangnya hingga tahun 1983.
Pada 1 April 1983 Ali As dikukuhkan sebagai Kabid PDK Kanwil PDK Departemen PDK RI hingga 1 April 1984 selaku Pembina / Tenaga Pengajar. Pada saat itu golongan kepegawaiannya IV/A dengan gaji pokok 99.800.
Ali As adalah figur yang sederhana. Di masa memegang jabatan ia selalu amanah. Gaya kepemimpinannya mengedepankan keteladanan, dan bukannya kemewahan. Hal itu mengemuka karena Ali As juga sangat relijius. Ia sehari-hari aktif berdakwah. Kopiah atau peci hitam selalu lengket di kepalanya.
Di jenjang pendidikan tinggi, Ali As tercatat sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura sejak 1 April 1984. Ia juga mengajar di Universitas Panca Bhakti. Konsentrasi hukum yang diampunya adalah hukum adat.
Dari kampus, tidak heran jika Ali As banyak mempunyai mahasiswa dan kelak tumbuh sebagai pemimpin Kalbar masa depan. Apalagi di saat tidak lagi menjabat selaku Bupati Kapuas Hulu, Ali As juga memimpin STKIP-PGRI Kalbar sehingga mahasiswanya semakin banyak.
Kesederhanaan Ali As tanpak dari rumah dan kendaraan yang dimilikinya. Ia mengajar di Fakultas Hukum Untan dengan menggunakan sepeda roda dua. Ia juga berdomisili di rumah sederhana kawasan Jl Pulau We No 6 Kota Pontianak.
“Kami dipersilahkan menikah dengan pilihan siapa saja yang terpenting dewasa dan siap serta bertanggung jawab. Kami tidak diberikan fasilitas-fasilitas khusus. Sejak usai menikah harus pindah, yakni menempati rumah sendiri. Terserah bangun sendiri atau sewa,” ungkap putra Ali As, Asmarullah.
Menurut Asmarullah, dengan pola pendidikan keteladanan yang diterapkan ayahnya, semua anak-anaknya tumbuh mandiri dan tidak manja. Hal itu sangat berbeda dengan situasi seperti sekarang ini di mana kebanyakan pejabat memanjakan putra-putrinya sehingga putra-putri tersebut juga kurang mandiri. “Kalau tidak dididik seperti itu oleh ayah, mungkin sampai sekarang saya juga tidak punya rumah atau lebih parah daripada itu tidak punya kemandirian,” kata Asmarullah.
Kendati hidup sederhana, namun Ali As punya gagasan-gagasan besar. Ia yang bersuara vokal dan besar menunjukkan kewibawaan tersendiri. Terlebih pengetahuannya prihal adat dan budaya sangat luas. Maka tak jarang Ali As tampil memenuhi kegiatan akademis seperti seminar dan muktamar. Ia bahkan aktif sebagai juru dakwah demi mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya.
Dari pengabdian tanpa kenal lelah itulah, Ali As menjadi tokoh pendidikan yang layak diteladani di Kalimantan Barat. Ia menjadi guru serba bisa, namun istiqomah dalam kesederhanaannya. Ia juga tiada berhenti mengajarkan ilmunya hingga di masa senja. (Semoga tulisan di atas bermanfaat untuk kembali mengenang jasa dan keteladanannya. Alfatihah) *