in

Wafatnya Viryan Azis: Obituari dan Misteri

Dina, istri Almarhum Viryan Azis menerima Prof Nasser dan tim yang datang dari Jakarta untuk bertakziah, Minggu, 22/5/2022.

Oleh: Nur Iskandar

2018. Nama Viryan Azis disebut-sebut akan hadir dalam sebuah pengajian alumni HMI di bilangan Kuningan, Jakarta. Namun posisinya di Padang, Sumatera Barat dalam program sosialisasi data KPU.

Namun Viryan benar-benar datang, walaupun terlambat di mana hampir semua peserta pengajian sudah beranjak pulang. “Maaf kanda, saya terlambat. Maklumlah perjalanan kunker ke daerah. Banyak adek-adek kader yang buat acara diskusi,” imbuhnya.

Kanda yang dimaksud adalah Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Dr. Ir. H. Fanshurullah Asa, MT. “Gak masalah, terpenting tetap datang,” sambut pria yang sehari-hari akrab disapa dengan Ifan. “Kalau saja datang tepat pada waktunya tadi, bisa jumpa Mofid, Anharizal, Zulkarnain Nasution,” timpal Ifan. Tiga nama yang disebut semuanya adalah fungsionaris HMI Cabang Pontianak dan seluruhnya berkarir di Jakarta. Tepatnya, ‘budak-budak Pontianak’ yang berkembang pesat di ibukota.

Saya berada di antara dua mantan Ketua Umum HMI Cabang Pontianak yang berbeda periodisasi ini dalam kapasistas selaku jurnalis. Dan dalam amatan saya keduanya adalah teladan kader HMI yang sukses meniti karir dari daerah sampai ke pusat. Keduanya berhasil membumikan visi HMI yang berikhtiar mewujudkan insan akademis, pencipta, pengabdi, yang berwatak luhur dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.

Kalau Ifan yang alumni Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura berhasil membukukan prestasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (BNBP) di atas 1 triliun di masa jabatannya selaku Kepala BPH Migas, maka Viryan punya prestasi ciamik di Komisi Pemilihan Umum (KPU) terutama di bidang pendataan pemilih by address by name. Bahkan di hari-hari terakhir menjelang maut datang menjemputnya, Viryan masih melakukan “kerja-kerja electoral” berupa launching buku berjudul Asal Usul Manajemen Pemilu di Indonesia–sebuah mozaik pemikiran dari keterlibatannya selama 23 tahun mengurusi pesta demokrasi via KPU sejak lokal Kota Pontianak, Kalbar hingga nasional (pusat).

Selain melihat betapa Viryan sangat hormat kepada para seniornya, Saya juga melihat anak muda yang satu ini sangat cinta dengan pekerjaannya. “Langsung pulang ke Pasar Minggu?” bertanya Ifan di saat Viryan pamitan di waktu menjelang petang.

“Nggak. Belum Bang. Masih ke MH Thamrin dulu,” jawab alumni Fakutas Ekonomi Universitas Tanjungpura itu dengan gerakan gesit, penuh semangat serta antusias. Jas semi jaket warna gelap rapat melindungi tubuhnya dari serangan AC sepanjang perjalanan di Padang-Jakarta. Dengan sigap dia telah duduk di kursi belakang sopir.

Lambaian keluar dari balik kaca, “Sampai jumpa di lain waktu kanda. Yakusa! Assalamu’alaikum!”

“Yakusa! Yakin usaha sampai…Wa’alaikum salam…”

Temaram senja ibukota memendarkan warna jingga di balik setiap gedung pencakar langit. Fortuner hitam berplat Batavia itu pun terus bergerak menjauh sampai lindap ditelan kemacetan.


19 Mei 2022. Membaca postingan teman-teman di laman FaceBook bahwa Viryan Azis masuk rumah sakit Abdi Waluyo, Jakarta, dan mohon didoakan kesehatannya saya tercekat. Sakit apakah beliau? Setahu saya sepanjang mengenal dan berinteraksi bersamanya, dia baik-baik saja. Kalaupun sempat beberapa kali Viryan terserang Covid-19, tapi anak muda kebanggaan Kalbar ini tetap tegar dan sembuh seperti sedia kala. Ia bahkan produktif dengan meluncurkan buku bertajuk demokrasi tua di Indonesia. Kebugaran dan vitalitas tubuh pria yang tidak ada riwayat hipertensi maupun dibates ini kategori prima.

Baca Juga:  Pernyataan Anhar Gonggong Soal Sultan Hamid Sang Perancang Lambang Negara Diklarifikasi

Kullu nafsin dzaikatul maut. Setiap makhluk yang bernyawa pasti mati. Demikian firman Allah SWT yang dipercaya oleh setiap orang yang beriman. Kalimat bernada seirama bertabur di laman media sosial mendoakan berpulangnya ke rahmatullah Viryan Azis pada Sabtu, 21/5/2022 pukul 01.40 di RS Abdi Waluyo, Jakarta.

Saya hanya bisa mengucapkan innalillahi wainnaa ilaihi rojiun seraya berdoa dengan ummul kitab, alfatihah, mengiringi kabar dukacita tersebut.

Sementara dalam rencana pemakamannya di hari yang sama di Pemakaman Muslim Danau Sentarum, saya tidak dapat mengiringi sebab menjadi pelaksana halal bihalal keluarga besar.

Di benak segera melintas sejumlah memori bersama Viryan. Saya ingat konsep-konsepnya saat orasi di tahun 1998 melalui Forum Diskusi Cipayung Pontianak. Konsepnya mendirikan Dompet Ummat. Upayanya menghidupkan kembali tenun songket Sambas yang nyaris mati karena para pengrajinnya diangkut ke Negeri Jiran, hingga diberikannya kepercayaan selaku host debat kandidat calon walikota Pontianak.

Saya ingat betapa Viryan selalu inovatif. Di masa Sutarmidji berduet dengan Paryadi dan memenangkan kontestasi Pilkada langsung buat pertama kali, para panelis dirahasiakan siapa saja mereka, termasuk jenis pertanyaan di dalam debat kandidat. Kesemua itu bagian dari kiat Viryan menjaga kualitas pesta demokrasi.

“Viryan memang boleh-boleh. ‘Saye tak diketahuek’ orang akan tampil sebagai panelis,” puji Dr Aswandi–yang juga baru berpulang ke rahmatullah–Alfatihah. “Kami diisolasi di kamar Hotel Mahkota,” sambut senyum simpul Dekan FKIP Untan itu pada waktu itu.

Teringat pula memori bagaimana Viryan berhasil mendorong munculnya dua guru besar asal almamaternya, Untan, untuk tampil sebagai panelis debat Capres di mana Ir H Joko Widodo berpasangan dengan Prof Dr KH Makruf Amin, yakni Prof Dr Edi Suratman dan Prof Dr H Chairil Effendy, MS.

“Viryan punya sikap akademis yang kuat. Dia juga punya keberpihakan rasional,” puji Chairil Effendy yang sempat menjenguknya di Rumah Sakit Abdi Waluyo.

“Viryan anak muda yang akhlaknya patut diacungi jempol,” nilai pendiri Credit Union Pancur Kasih, Drs. Paulus Florus di lain waktu. “Kalau Natalan, Viryan rajin berkunjung ke mari untuk minta nasihat,” tambah Florus.

Saya sendiri sangat terkesan betapa di tengah kesibukannya, Viryan turut ambil bagian dari ikhtiar mendorong sang perancang lambang negara elang rajawali Garuda Pancasila Sultan Hamid II Alkadrie selaku Pahlawan Nasional. Dia mengajukan konsep gerakan sebagai alternatif. Mulai dari yang soft sampai ke jalur hukum dan politik.

“Saya mengambil referensi KAHMI mengajukan Lafran Pane sebagai Pahlawan Nasional,” imbuhnya sambil menyeruput kopi di Angkringan Hotel Gulden Tulip. Viryan minta namanya tak disebut dengan bermain cantik di balik layar. Oleh karena itu saya menjadi saksi bahwa keberpihakan Viryan sangat jelas dan tegas tanpa pamrih.


Minggu, 22/5/2022. Seorang guru besar berjalan setengah tertatih. Ia melewati jalan yang lebih mirip lorong karena di kiri dan kanan halaman itu telah penuh diisi berbagai karangan bunga. Di mulut jalan terpajang untaian dukacita mendalam dari Mendagri Tito Karnavian dan Menpan-RB Tjahjo Kumolo hingga Koordinator Sekretariat Presiden, Moeldoko.

Baca Juga:  Karnaval Budaya: Gubernur Sutarmidji Ikuti MABM karena Terbanyak - Terrapi dan Ikut Bersholawat

Saya membaca karangan bunga dukacita dari berbagai KPU Provinsi se-Tanah Air. Juga Gubernur dan Bupati serta Walikota se-Kalimantan Barat. Belum lagi dari berbagai pimpinan parpol di Pusat dan Daerah serta organisasi mitra sejawat. Berjibun. Bahkan sudah ada pula karangan bunga yang disusun rapi di pinggiran bangunan ruko, saking banyaknya.

Sepengalaman saya meliput suasana duka, baru kali ini ada anak muda Kalbar yang wafat, lalu mendapat respon dimana banyaknya tak terperi. Siapakah yang menggerakkan hati mereka semua? Jawabannya tiada lain, pastilah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena selama hidupnya almarhum adalah orang yang baik. Bahkan sangat baik.

Viryan Azis mengakhiri masa baktinya di KPU RI dengan husnul khatimah di tengah berbagai kejutan kasus rasuah di dalamnya. Begitupula dia menutup lembaran hidupnya dengan husnul khatimah pada Sabtu, 21/5/2022 dalam usia 46 jalan 47 tahun. Almarhum lahir di Jakarta pada 4 September 1975.

Muda memang. Masih relatif muda, sehingga banyak asa dan harapan yang disematkan di pundaknya selaku salah satu anak muda harapan daerah Kalbar bahkan nasional untuk kemajuan bangsa dan negaranya seperti kinerja yang telah dipersembahkannya sejak memimpin aktivis mahasiswa di HMI Cabang Pontianak, KPU Kota, KPU Provinsi Kalbar hingga KPU Pusat.


Saya menyambut pria berbaju batik lengan panjang itu dengan beruluk salam. “Dia anak baik. Bahkan sangat baik,” ujar Sang Prof lirih.

“Dia sudah seperti anak saya sendiri,” tambahnya.

Deret kalimat itu meluncur lugas dari bibir Brigjen. Pol. Purn. Prof. Dr. dr. Moch Nasser Amir. Dia bekerja di Rumah Sakit TNI Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto yang juga Ketua Ikatan Ahli Hukum Kedokteran Indonesia.

Saya sedikit mengenal figur ini dari Almarhum Viryan Azis yang di masa Pandemi Covid 19 melanda Indonesia dimana ia sempat dinyatakan positif, lalu kesulitan mendapatkan lokasi rawat inap.
“Bersyukur ada Jenderal yang membantu, sehingga saya mendapatkan kamar dan pelayanan yang paripurna di RSPAD,” kata Viryan.

“Jika tidak, di tengah penuhnya rumah sakit di Jakarta, saya bisa game,” tambahnya.

Soal bantuan Jenderal yang sekaligus akademisi ini saya sampaikan pula saat beruluk salam. “Ada sedikit kisah Prof yang saya dengar dari Almarhum Viryan. Bahwa Prof telah banyak membantunya ketika diketahui positif Covid-19.”

Pria berpeci hitam dan mengenakan kacamata itu mengangguk-angguk. Tangan saya tak hendak dilepaskannya sejak beruluk salam.

Di dalam kelembutan genggaman tangannya, saya merasakan getaran duka yang teramat sangat dalam. Terlebih saat dikatakannya, bahwa Viryan biasa meneleponnya sampai berjam-jam mendiskusikan banyak keadaan.

“Saya anggota HMI sejak tahun 1975,” imbuhnya.


Dina istri almarhum Viryan menyambut di pintu utama. Dia mengenakan kerudung warna hitam senada dengan gaun yang dikenakannya. Ketegaran tampak dari raut wajahnya.

“Saya datang ke sini untuk menyatakan dukacita yang sangat dalam,” kata Prof Nasser ketika disambut keluarga batih yang masih banyak berkumpul di rumah duka kawasan Jalan Prof. Dr. Muhammad Yamin No 43 Kota Baru, Pontianak.

Baca Juga:  Partai Golkar Gelontorkan Budget Iklan Online Terbesar di Kalbar

Kami kemudian duduk nyaris melingkar di atas tikar permadani dari sebuah ruangan tamu yang terbilang cukup luas. Di bagian depan masih terpajang foto wajah Viryan ukuran besar yang saat pemakaman diusung di depan keranda jenazah. Demi melihat sorot mata tajam dari balik frame tersebut, saya seperti merasa bahwa almarhum masih segar bugar dan masih hidup seperti biasanya. Sebab senyata-nyatanya kepergian Viryan ke haribaan Allah SWT bukan karena sakit yang akut, melainkan hanya general check-up, namun berujung maut.

Dina tampak ikhlas dan tabah. Kepada Prof Nasser dia mengucapkan banyak terimakasih telah sudi datang bertakziah jauh-jauh dari Jakarta.

Begitupula Prof Nasser mengenang berbagai kebaikan Almarhum Viryan yang tersimpan rapi di dalam memorinya.

“Kontak pertama kami ketika dia masih di KPU Provinsi Kalbar. Kemudian lebih intensif ketika dia menjadi komisioner KPU di Jakarta. Mohon maaf saya belum pernah berkunjung ke rumah ibu di Pasar Minggu, sehingga kita tidak saling kenal, tapi kami biasa menghabiskan waktu berbincang berjam-jam.”

“Saya mendorong Viryan ambil S3 dan dia mau…” sambung Prof Nasser. Semangat akademik itu tercermin lewat buku serial demokrasi yang telah diluncurkannya, dan kemudian akan disusul dengan berbagai buku berikutnya.

Dengan latar akademis kedokteran dan rekam karir di kepolisian Prof Nasser tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya secara lebih mendalam soal hari-hari terakhir wafatnya Viryan Azis.

Semuapertanyaan yang muncul dari rasa ingin tahu Prof Nasser dijawab Dina dengan seksama. Tambahan keterangan juga disampaikan kakak kandung Viryan yang berada di RS Abdi Waluyo di hari terakhir Viryan koma. Termasuk ibu kandung, adik kandung, dan adik ipar yang juga dokter berpangkat Letda berdinas di Cirebon.

“Mohon maaf, agar tidak lupa saya akan catat beberapa hal,” kata Prof Nasser yang mantan anggota Kompolnas RI.

“Viryan menjalani general check-up pada 17 April 2022. Ia disarankan menjalani DSA. DSA adalah Digital Substraction Angiography yang berarti suatu pemeriksaan yang sifatnya diagnostik semi invasif,” bacaan Prof Nasser pada hasil diagnostik Viryan.

Saya melihat Prof Nasser dengan seksama membaca hasil rekam medis Viryan sejak General Check Up hingga pemulasarannya di RSPAD.

“Kenapa pemulasaraan Alm Viryan di RSPAD? Padahal setiap rumah sakit mesti ada kamar jenazahnya, juga ada fasilitas pemulasaraannya?”

Prof Nasser berkata lirih dengan mata berkaca-kaca. “Saya menyesalkan kenapa ini semua terjadi, walau nasi telah menjadi bubur, Viryan tidak bisa hidup kembali, tetapi jangan ada lagi jatuh korban di mana kisah gagal DSA tidak pernah diekspose.”

Sebagai jurnalis saya mencium ada bau ketidak beresan di sini. Dalam arti kata ada sebuah misteri yang mesti disibak untuk dipetik hikmahnya.

Tentang praktik DSA ini di Indonesia sedang riuh-rendah dalam kerangka pengobatan. Di berbagai laman pemberitaan kita melihatnya disikapi publik penuh pro dan kontra.

Atas wafatnya Viryan Azis kita doakan agar dilapangkan kuburnya, diterima semua amal shalehnya serta diampuni atas segenap alpa dan salahnya. Kepada keluarga yang ditinggalkan kita doakan agar senantiasa sabar, ikhlas dan tabah. Alfatihah. *

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Tokoh Muda Kalbar, Viryan Azis Wafat

2022 Tahun Re-Energizing Bina Antarbudaya